JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tetap akan menerbitkan regulasi sebagai payung hukum pelaksanaan impor gas alam cair (liqiefied natural gas/LNG) untuk industri. Regulasi tersebut akan diterbitkan seiring dengan pembangunan infrastruktur pengolahan di tanah air.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, menyatakan tidak ada niatan pemerintah untuk menghentikan pembahasan regulasi aturan tata cara pelaksanaan impor gas bagi industri. Poin utama yang tengah dibahas dalam evaluasi pembahasan rencana beleid tersebut adalah ketersediaan infrastruktur.

Menurut Arcandra, nantinya pemerintah akan membebaskan pihak manapun untuk bisa membangun infrastruktur, tidak hanya badan usaha yang ditugaskan pemerintah. Hal ini untuk menciptakan harga gas yang kompetitif.

“Bukan penugasan. Nusantara Regas siapa yang punya? Pertamina-PGN. Benoa siapa yang punya? Swasta. Jadi boleh swasta, boleh BUMN,” kata Arcandra saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/3).

Infrastruktur memang menjadi poin utama yang diperhatikan pemerintah sebelum membuka keran impor gas. Pasalnya jumlah infrastruktur pengolahan gas yang dimiliki Indonesia saat ini masih cukup minim. Padahal jenis gas LNG yang akan diimpor harus melalui proses regasifikasi.

Sejauh ini Indonesia hanya memiliki paling tidak empat fasilitas regasifikasi yakni Nusantara Regas untuk FSRU Jawa Barat, FSRU Lampung, fasilitas regas Arun serta fasilitas regas di Benoa, Bali.

Jika keran impor sudah dibuka nantinya pemerintah berharap pengembangan infrastruktur juga bisa segera disiapkan. Pemerintah meyakini pembangunan fasilitas dilakukan dengan adanya jaminan pasokan gas karena untuk membangunnya sendiri tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. “Nah untuk membangun itu perlu 18 bulan sampai 2 tahun,” tandas Arcandra.(RI)