JAKARTA – Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi. Penanggulangan krisis energi yang mencakup  terdiri energi untuk kepentingan publik, yakni bahan bakar minyak (BBM), listrik, liquefied petroleum gas (LPG), dan gas bumi.

Faby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, mengatakan perpres penanggulangan krisis energi memang dibutuhkan. Namun, kondisi krisis dan teknis operasionalnya harus ditentukan secara transparan.

“Saya kira kita perlu melihat bagaimana operasionalnya nanti,” katanya kepada Dunia Energi, Kamis (2/6).

Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2016 ditetapkan berdasarkan kondisi teknis operasional dan kondisi nasional. Kondisi teknis operasional ditetapkan dengan mempertimbangkan cadangan operasional minimum BBM pada wilayah distribusi niaga, daya mampu tenaga listrik pada sistem setempat, LPG pada wilayah distribusi, kebutuhan pelanggan gas bumi pada wilayah distribusi gas bumi setempat dan ditetapkan apabila pemenuhan cadangan operasional minimum atau kebutuhan minimum diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha.

Darurat Energi berdasarkan kondisi teknis oeprasional, ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan dan lama waktunya penanganan gangguan untuk memulihkan pasokan energi serta apabila gangguan pada sarana dan prasarana energi tidak dapat dipulihkan oleh badan usaha.

Krisis energi atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional ditetapkan jika mengakibatkan terganggunya fungsi pemerintahan, terganggunya kehidupan social masyarakat dan/atau terganggunya kegiatan perekonomian.

Dan ketentuan lebih lanjut mengenai krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional dan kondisi nasional akan diatur dalam Peraturan Menteri.

Nantinya  yang akan bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi dan memantau kondisi penyediaan dan kebutuhan energi baik langsung ataupun tidak langsung adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dewan Energi Nasional (DEN) dan badan pengatur serta  badan usaha.

Untuk tindakan penanggulangan krisis energi atau darurat energi meliputi pelepasan cadangan penyangga energi, penambahan impor energi, kerja sama internasional, pembatasan ekspor energi, penghematan energi, pembatasan konsumsi energi, percepatan proyek infrastruktur energi, pengalihan penggunaan jenis energi dengan cara penggantian bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar lain (fuel switching), diversifikasi dan subsitusi, pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) dan tindakan lain sesuai dengan rekomendasi DEN.

Rinaldy Dalimi, Anggota DEN, mengatakan Perpres Nomor 41 disusun oleh DEN untuk ditetapkan presiden. DEN menyusun perpres tersebut dalam rangka menjalankan tugas ketiganya yaitu menentukan langkah-langkah penanggulangan krisis dan darurat energi. “Jadi semua isinya sudah didiskusikan dan disetujui seluruh anggota DEN untuk ketahanan energi nasional,” tandas Rinaldy.(RA/RI)