JAKARTA – Permasalahan rekomendasi izin ekspor hasil pertambangan yang berulang dinilai dapat menurunkan wibawa pemerintah dimata investor dan masyarakat.

Budi Santoso, Direktur Center for Indonesia Resources Studies (CIRUSS), menekankan perlunya sejumlah terobosan yang bisa dilaksanakan antara pemerintah dan pelaku usaha pertambangan.

“Pemerintah tidak bisa memberikan tindakan sanksi yang patut. Ini bisa menurunkan wibawa pemerintah di mata investor dan masyarakat. Perlu adanya terobosan aturan dan tolok ukur, yang bisa dilaksanakan kedua belah pihak, bukan dipaksakan,” kata Budi kepada Dunia Energi, Selasa (24/5).

Menurut Budi, dalam pemenuhan syarat untuk mendapatkan rekomendasi ekspor, seharusnya pemerintah juga membantu apabila masalah-masalah non teknis terjadi. Apalagi jika masalah tersebut berkaitan peran pemerintah, seperti perizinan dan birokrasi.

“Sebenarnya tahapan-tahapan pembangunan smelter secara teknis tidak sulit untuk dipenuhi, sebagai syarat dan kondisi ekspor konsentrat. Kalau tidak terpenuhi pasti ada masalah non teknis atau target yang tidak realistis” jelasnya.

Pemerintah tercatat memberikan izin ekspor konsentrat selama enam bulan dan bisa diperpanjang untuk enam bulan berikutnya. Permohonan perpanjangan izin ekspor sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Dalam beleid itu disebutkan permohonan perpanjangan izin paling cepat diajukan 45 hari dan paling lambat 30 hari sebelum masa berlaku ekspor berakhir.

PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan tambang konsentrat tembaga asal Amerika Serikat, hingga saat ini belum mendapat rekomendasi perpanjangan izin ekspor konsentrat dari Kementerian ESDM untuk memperoleh izin ekspor dari Kementerian Perdagangan. Izin ekspor konsentrat Newmont telah berakhir pada 20 Mei 2016.(RA)