JAKARTA – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang PertambanganMineral dan Batu Bara  (UU Minerba) dinilai harus meninjau peraturan yang sudah dibuat sebelumnya. Pemerintah dan pihak terkait harus menyelaraskan pemahaman terhadap peraturan perundangan yang sudah ada, sebelum akhirnya menetapkan revisi UU.

Tino Ardyanto, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), mengatakan jika tidak ada lagi manfaatnya, revisi harus melihat apakah PP-nya yang harus diperbaiki, atau UU-nya. Karena, UU-nya bisa jadi memiliki banyak ketidaksamaan dalam pemahaman.

“Seperti pembuatan smelter, yang dinyatakan disitu (UU) kan untuk Kontrak Karya (KK). IUP tidak harus. Nah, pemahaman – pemahaman seperti itu yang harus disamakan dulu,” kata Tino kepada Dunia Energi.

Menurut Tino, untuk renegosiasi kontrak pertambangan harus diselesaikan hingga tuntas. Rancangan UU Minerba saat ini sedang dibahas di parlemen sebagai usulan DPR yang masuk dalam daftar Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Namun, hingga kini Kementerian ESDM belum merampungkan proses renegosiasi kontrak dengan perusahaan KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

“Yang sudah selesai ya sudah. Kalau yang belum, teruskan. Harus diselesaikan, tapi terbuka. Karena kalau tidak selesai, kasihan tambang dan pemegang saham harus melakukan apalagi?” tandas Tino.(RA)