JAKARTA – Pemerintah terus mencari cara dan mengkaji berbagai skenario dalam rangka mempercepat proyek pembangunan pembangkit 35.000 MW. Pasalnya, pengerjaan proyek tersebut terus mengalami kendala mulai dari lambatnya pembangunan pembangkit hingga lamanya proses perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement / PPA). Padahal program tenggat waktunya semakin dekat, yakni 2019.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui banyak kendala untuk bisa mewujudkan proyek pembangkit 35.000 MW tepat waktu, terutama dalam proses kontrak jual beli listrik dari pengembang swasta (Independent Power Plant/IPP).

“Jika boleh usul, sudah disampaikan ke PLN bagaimana PPA itu standar. Jadi tidak per IPP tapi kalau boleh distandarkan mungkin akan mempercepat ” kata dia di Jakarta, Rabu (26/10).

Menurut Arcandra, dalam klausul PPA bisa juga disebutkan terkait standarisasi IPP yang mempunyai niat untuk membangun pembangkit jika memang tidak mencapai kualitas yang direncanakan akan dikenakan suatu punishment atau pinalti. “Jadi ini bisa menghindari IPP yang mungkin tidak qualified untuk membangun power plant,” ungkap dia.

Sebanyak 109 pembangkit akan dibangun masing-masing terdiri 35 proyek oleh PT PLN (Persero) dengan total kapasitas 10.681 MW. Dan 74 proyek IPP dengan total kapasitas 25.904 MW.

Data kementerian ESDM saat ini persentase jumlah kapasitas listrik yang sudah terpasang atau Commercial Operating Date (COD) dalam proyek 35 .000 MW baru sebesar 164 MW atau 1%. Sementara untuk kontrak konstruksi sebesar 24% atau 8.678 MW dan kontrak PPA yang belum konstruksi sebesar 8.641 MW, sehingga masih ada 51% atau 18.135 MW dari proyek belum kontrak atau PPA.(RI)