JAKARTA – Pemerintah mendorong percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah di tujuh kota, Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016. Tujuh kota tersebut ditetapkan sebagai pilot project dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya.

Sebelumnya, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota (PLTSa).

Sesuai target pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk turut berkontribusi pada pencapaian target tersebut salah satunya melalui pengembangan pemanfaatan sampah khususnya sampah kota menjadi energi (Waste to Energy).

Seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk, maka volume sampah yang diproduksi akan semakin meningkat. Sedangkan daya tampung dan usia pakai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada semakin terbatas karena hanya mengandalkan sistem open dumping. Kondisi tersebut juga akan menyebabkan permasalahan lingkungan yang menghasilkan emisi gas methane (CH4) dan karbondioksida (CO2).

“Pada sisi lain sampah mempunyai potensi energi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi lain, salah satunya menjadi energi listrik,” kata Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM pada peluncuran Buku Panduan Sampah Menjadi Energi (Guidebook Waste to Energy) di Jakarta, Selasa (3/5).

Potensi dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energiBerdasarkan survei Kementerian ESDM yang dilakukan pada tahun 2012 dan 2013, potensi sampah pada TPA kota besar di Indonesia dapat membangkitkan listrik mencapai 2 GW, sedangkan potensi yang sudah termanfaatkan baru mencapai kapasitas terpasang 17,6 MW (0,9 dari total potensi).

Dengan masih banyaknya potensi sampah yang belum termanfaatkan maka merupakan peluang besar bagi investor untuk dikembangkan menjadi energi listrik. Sebagai dukungan pada sisi hilir, Kementerian ESDM telah mengimplementasikan kebijakan feed in tariff bagi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 Tahun 2015 yang telah ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2015 sebagai perubahan dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2013.

“Pada peraturan yang baru tersebut, terdapat perubahan besaran harga pembelian tenaga listrik (Feed In Tariff) yang lebih kompetitif serta menggunakan satuan mata uang dolar Amerika Serikat sehingga dapat mengantisipasi fluktuasi perekonomian  dan menciptakan kondisi iklim investasi yang lebih stabil,” ungkap Rida dalam keterangan tertulisnya.

Selain itu, dilakukan pula penyederhanaan alur perizinan sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat calon investor untuk berpartisipasi dalam mengembangkan sampah menjadi listrik di Indonesia.Penerbitan kedua peraturan tersebut di atas merupakan tindak lanjut dari komitmen Indonesia dalam rangka turut serta menjaga kenaikan suhu dunia maksimal 2 derajat C. Komitmen tersebut telah disampaikan Presiden RI, Jokowi, pada COP21 di Paris yang salah satunya berupa Program Waste to Energy.Kerja sama dalam pemanfaatan sampahPemerintah dengan dukungan teknis dari European Union (EU) dalam program Trade Cooperation Facility (TCF), telah selesai menyusun dan telah meluncurkan Guidebook Waste to Energy atau Buku Panduan Pengembangan Sampah Menjadi Energi.

Buku tersebut akan didiseminasikan kepada pemangku kepentingan terkait khususnya pemerintah daerah dan calon investor. Dirjen EBTKE memaparkan bahwa buku panduan ini akan berguna sebagai panduan step by step yang dapat dilakukan oleh investor dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga sampah kota, yang meliputi aspek perencanaan, pendanaan, operasi, dan regulasi-regulasi yang terkait dan terdiri dari 5 bagian utama yaitu manajemen landfill, teknologi waste to energy, persiapan proyek, proses pengadaan dan kontrak, dan pengoperasian.(AT)