JAKARTA– PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), emiten pemurnian dan pengolahan gas alam, mencatatkan penurunan laba komprehensif yang dapat diatribusikan pada 2016 menjadi US$ 8,65 juta atau sekitar Rp 116,7 miliar (kurs Rp 13.500 per dolar) dibandingkan periode sama 2015 sebesar US$13, 29 juta atau setara Rp 179,4 miliar.

Menurut laporan keuangan perseroan publikasi, penurunan laba Surya Esa ditopang oleh penurunan pendapatan dari US$ 41,5 juta pada 2015 menjadi US$ 29,1 juta pada 2016 kendati beban pokok penjualan (COGS) turun dari US$ 23,4 juta menjadi US$ 19,2 juta. Dengan demikian, laba kotor juga turun dari US$ 17,1 juta pada 2015 menjadi US$ 9,86 juta pada 2016.

Selain itu, penopang berkurangnya laba bersih perseroan adalah kenaikan beban keuangan menjadi US$ 3,9 juta dari periode 2015 sebesar US$ 2,3 juta.

Sepanjang 2016, Surya Esa mencatatkan kenaikan signifikan pada kas dan setara kas menjadi US$ 90 juta, naik dibandingkan 2015 yang sebesar US$ 11,3 juta. Arus kas terbesar berasal dari aktivitas investasi yang mencapai US$ 287,8 juta, naik dibandingkan 2015 yang sebesar US$ 86,14 juta.

Namun, perseroan mencatatkan peningkatan utang yang juga cukup signifikan, hampir Rp 500 miliar. Ini terdiri atas utang jangka pendek dari US$ 41,83 juta pada 2015 menjadi US$ 57,52 juta apda 2016. Sementara utang jangka panjang naik signifikan dari US$ 62,93 juta menjadi US$ 401,42 juta pada 2016.

Di sisi lain, aset perseroan mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat menjadi US$ 669,2 juta dari 2015 sebesar US$ 277,8 juta. Ini terdiri atas aset lancar sebear US$ 134,7 juta dibandingkan 2015 sebesar US$ 34,12 juta. sementara aset tidak lancar meningkat signifikan dari US$ 343,7 juta menjadi US$ 354,3 juta.

Surya Esa menargetkan pertumbuhan kinerja sepanjang tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Untuk itu, perseroan menganggarkan belanja modal (capital expenditure/ capex) pada 2017 sebesar US$500 juta . Tahun lalu, perseroan juga mengalokasikan capex US$ 350 juta untuk pabrik amonia yang dikembangkan oleh PT Panca Amara Utama, anak usaha perseroan.

Pabrik amonia diharapkan tuntas pembangunannya pada kuartal IV 2017. Pembangunan pabrik tersebut sudah lebih dari 80% dari keseluruhan pembangunan pabrik. Manajemen Surya Esa berharap pabrik baru tersebut mampu memproduksi amonia sebanyak 700 ribu ton per tahun.

Sumber pendanaan capex berasal dari ekuitas kurang lebih 300 juta dollar AS, pinjaman dari tujuh bank, maupun pinjaman lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia melalui International Finance Corporation (IFC).

Chander Vinod Laroya, Vice President Director Surya Esa, mengatakan target pereroan pada 2017 masih bergantung pada perkembangan harga minyak dan gas. Karena itu, target pendapatan tidak bisa di-maintain karena harga minyak dan gas turun sekali meski sekarang sudah naik lagi. “Mudah-mudahan tahun ini bisa kembali lagi ke normal,” katanya, beberapa waktu lalu. (DR)