JAKARTA – Pemerintah menegaskan tidak pilih kasih dalam kebijakan penurunan harga gas untuk sektor industri. Penentuan dua sektor, yakni pupuk dan petrokimia, yang akan diprioritaskan pada tahap awal didasari atas efek atau nilai tambah paling besar ke masyarakat.

“Ini lagi dibahas sektor industri mana yang apabila harga gas lebih kompetitif itu bisa memberikan nilai tambah jauh lebih besar. Jadi fokusnya bukan meningkatkan keuntungan sebuah sektor industri,” kata Ignasius Jonan, Menteri ESDM.

Pemerintah sebelumnya menetapkan tujuh industri yang berhak menikmati penurunan harga gas hingga US$ 6 per MMBTU yang sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. Industri tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Untuk merealisasikan penurunan harga gas tersebut berbagai cara dan skenario terus dikaji pemerintah, salah satunya dengan menata ulang struktur biaya di sektor hulu.

Jonan mengatakan saat ini tengah meneliti aturan main dalam perjanjian jual beli gas dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Namun dia berjanji tidak mau gegabah, jika memang harus merombak tata kelola perjanjian guna menekan harga. Pasalnya hal itu dikhawatirkan akan berpengaruh langsung dalam kegiatan investasi ke depan.

Selain itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) juga diminta untuk mengkalkulasi lebih detail biaya operasi yang bisa dikembalikan (cost recovery) setiap proyek.

“Kalau harus dirombak tiap kali menteri baru, ganti kebijakan, rombak perjanjian dengan KKKS, kepastian investasi kita akan diragukan. Kalau sudah ada perjanjiannya, paling SKK Migas harus mereview cost recoverynya dengan betul-betul,” tegas Jonan.(RI)