JAKARTA – Pemerintah diminta untuk terus mendorong industri minyak dan gas nasional berupaya menemukan cadangan baru untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri di masa mendatang. Opsi impor bisa saja dilakukan, namun tidak bisa dijadikan solusi utama untuk memenuhi kebutuhan migas nasional.

Tutuka Ariadji, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan sesuai data proyeksi penggunaan bauran energi yang disusun pemerintah dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kontribusi migas masih sangat besar yakni 47% pada 2025 dengan masing-masing kapasitas untuk minyak 25% dan gas bumi 22%. “Jadi tidak mungkin industri migas dihilangkan,” kata Tutuka di Jakarta, Rabu (26/4).

Pemerintah beberapa kali sempat menyampaikan jika harga minyak murah maka akan dikaji pemenuhan kebutuhan migas melalui mekanisme impor karena dinilai jauh lebih efisien. Saat ini saja tengah digodok aturan dalam rangka memfasilitasi pembukaan keran impor gas.

Menurut Tutuka, masih banyak permasalahan migas yang harus diselesaikan Indonesia. IATMI sudah sejak lama mendata beberapa permasalahan mendasar yang membuat industri migas nasional terlihat tidak menarik seperti perizinan, teknis operasi, tumpang tindih lahan baik dengan perkebunan, hutan ataupun batu bara, sosial masyarakat serta internal di kontraktor itu sendiri. “Ini yang saya kira harus bisa dicarikan jalan keluar,” tukas dia.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan hingga saat ini pola bisnis yang dijalankan pemerintah masih belum menunjukkan perkembangan zaman yang dialami industri migas tanah air. Hal itu membuat industri migas di Indonesia seolah tidak memberikan kontribusi positif.

“Dulu memang migas sebagai katalis pembangunan atau sumber utama penerimaan negara. Sayangnya saat ini pemerintah melihatnya masih sama. Padahal itu harus diubah,” kata dia.

Menurut Komaidi, industri migas sekarang harus bisa dilihat sebagai gerbong utama dalam menarik pertumbuhan sektor industri lainnya. Apalagi industri migas tidak berdiri sendiri karena banyak industri penunjang yang ikut terdampak, seperti pengadaan barang atau jasa, konstruksi dan bidang lainnya.

“Ada nilai tambah ekonomi yang dihasilkan, tidak hanya direct ke migasnya tapi juga banyak industri penunjang di dalamnya yang akan terkena dampak secara langsung,” kata Komaidi.(RI)