JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya dan cadangan batu bara nasional pada 2016 ialah 128 miliar ton dan 28 miliar ton.
Dengan tingkat produksi rata-rata 400 juta ton per tahun, umur cadangan batu bara lndonesia diperkirakan kurang lebih 70 tahun.

Data yang berbeda ditunjukkan dari hasil respon terhadap 30 perusahaan yang dilakukan pada awal 2016 oleh Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) yang bekerjasama dengan PwC Indonesia menunjukkan cadangan batu bara Indonesia sekitar 8,6 miliar ton.

“Keakuratan data tersebut memerlukan eksplorasi yang lebih detil, namun survei tersebut dapat menjadi masukan bagi pemerintah bahwa masalah peningkatan cadangan batu bara merupakan hal yang sangat krusial bagi kelangsungan pasokan batu bara dalam negeri,” ungkap Irwandy Arif, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) di Jakarta, belum lama ini.

Dia menambahkan pada 2016, khususnya hingga kuartal III, harga batu bara masih mengalami tren yang menurun dengan harga batubara acuan (IIBA) rata-rata di periode tersebut sekitar US$51,84 per ton.

Harga batu bara kemudian mulai membaik pada kuartal IV, bahkan pada Desember 2016, IIBA sempat menyentuh level US$101,7 per ton.

Kenaikan harga batu bara dipicu oleh kebijakan pemerintah China melalui National Development & Reform Commission (NDRC).

Pemenuhan kebutuhan batu bara domestik mengalami peningkatan. Realisasi pada tahun 2016 sebesar 90,5 juta ton atau lebih besar dari target sebesar 86 juta ton.

“Penyebabnya, adanya peningkatan kebutuhan batu bara PT PLN (Persero) dari 70,8 juta ton menjadi 75,4 juta ton terkait dengan adanya proyek kelistrikan 35 GW,” ujar Irwandy.

Harga batu bara di kuartal I mengalami tekanan sehingga anjlok dari level diatas US$100 per ton ke level US$80 per ton.

Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), di China dan India batu bara masih menjadi sumber energi utama dalam bauran energi, walaupun porsinya semakin berkurang dalam beberapa puluh tahun ke depan.

Di China porsi batu bara mencapai 60% (2015) dan akan berkurang menjadi 47% (2035). Sementara itu, di India porsi batu bara akan berkurang drastis dari level 61% (2015) menjadi 44% (2030).

Sementara itu, dari data Dewan Energi Nasional (DEN) diketahui bahwa porsi batu bara dalam bauran energi lndonesiasebesar 26% (2015) dan akan meningkat ke level 30% (2025).

Namun, pada 2050 energi baru dan terbarukan (EBT) ditargetkan akan menggantikan peran batu bara. Pada periode tersebut, porsi batu bara diproyeksikan sebesar 25% sedangkan EBT sekitar 31%.

Menurut data dari Greenpeace (2016), China sedang membangun 205 GW PLTU batu bara dari sekitar 405 GW kapasitas yang direncanakan.

“India juga sedang membangun 64,7 GW proyek PLTU berbasis batu bara dari kapasitas total sebesar 178 GW. Di sisi lain, proyek keiistrikan nasional 35 GW sedang memasuki tahap konstruksi dengan kapasitas 9 GW,” kata Irwandy.

Sekitar 85-90% penggunaan batu bara domestik untuk kebutuhan PLTU sedangkan sisanya diserap oleh industri semen, pulp & paper, manufakturing, tekstil, dan lainnya. Pembangunan proyek kelistrikan nasional 35.000 MW (35 GW) merupakan peluang besar untuk pengembangan sektor industri batu bara di tanah air.

Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, PLN memperkirakan permintaan listrik tumbuh rata-rata 7,1%. Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah dari perhitungan RUPTL 2016-2025 yaitu 8,6%.
Dalam RUPTL 2017-2026, penambahan kapasitas pada 2015-2019 direvisi menjadi 33 GW dari 42 GW di RUPTL sebelumnya

Menurut data dari RUPTL PLN 2017-2025 sekitar 50% dari 35 GW merupakan proyek kelistrikan berbasis batu bara (PLTU Batu bara). Di tahun 2016, jumlah kebutuhan batu bara domestik sekitar 73 juta ton atau naik tipis dibandingkan 71 juta ton di tahun sebelumnya.

“Dengan kapasitas tersebut maka kebutuhan batu bara untuk penggunaan domestik diperkirakan akan meningkat secara signifikan,” kata Irwandy.(RA)