JAKARTA – Penambahan jumlah nozzle pertalite dan pertamax merupakan respons dari peningkatan konsumsi yang signifikan dari kedua jenis bahan bakar minyak (BBM) tersebut. Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menyatakan penambahan jumlah nozzle menjadi suatu keharusan yang dilakukan pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk memberikan layanan yang maksimal terhadap konsumen.

“Peningkatan penjualan pertalilte dan pertamax tentunya membuat SPBU harus menyediakan space yang lebih luas kepada konsumen. Kami tidak mungkin membiarkan konsumen harus antre untuk mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik,” ujar Syarief Hidayat, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Hiswana Migas Wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Syarief mengatakan seiring perubahan pola konsumsi BBM masyarakat melakukan perubahan jumlah nozzle. Jika sebelumnya 70% nozzle untuk premium dan sisanya 30% untuk nozzle bahan bakar khusus, pertalite dan pertamax series, saat ini telah dirubah menjadi 60% nozzle untuk BBK dan 40% untuk premium.

“Inisiatif dari kami para pengusaha SPBU setelah melihat animo masyarakat terhadap pertalite dan pertamax. Ini kami diskusikan dengan Pertamina dan disetujui,” tukas dia.

Data penyaluran BBM pada periode Agustus 2016 yang sebelumnya dirilis PT Pertamina (Persero) menunjukkan pertalite saat ini telah mengambil porsi sebesar 20,5% dari total konsumsi BBM dengan capaian sebesar 20 ribu kiloliter (kl) per hari atau naik 462% dari konsumsi Januari 2016 sebanyak 4.500 kl.

Kenaikan konsumsi juga dialami pertamax, mencapai 15,8% dengan penyerapan sekitar 15 ribu kl per hari atau naik 226% dari konsumsi pada Januari 2016 yakni 5.000 kl. Sementara itu, penyaluran BBM jenis premium turun 13% dari 70 ribu kl perhari pada awal 2016 menjadi 56 ribu kl atau 63,4% dari total konsumsi BBM.

Sejak pertalite diluncurkan tahun lalu, ungkap Syarief, penurunan konsumsi premium memang dirasakan, khususnya mulai tahun ini. Selain faktor harga, pemahaman masyarakat bahwa premium dengan RON (research octane number) 88 bukanlah BBM yang sesuai dengan kondisi kendaraan saat ini.

Menurut Syarief, saat ini penjualan pertalite stabil dan justru terjadi peningkatan pada penjualan pertamax, termasuk penjualan pertamax turbo yang baru diluncurkan Pertamina untuk menggantikan  pertamax plus.

“Dengan harga yang sama dengan pertamax plus konsumen diuntungkan karena mendapat produk yang kualitasnya lebih tinggi. RON pertamax turbo kan 98, sedangkan pertamax turbo 95,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Andy Noorsaman Sommeng, Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.  Menurut dia, pengurangan nozzle premium dan penambahan nozzle pertalite dan pertamax  merupakan masalah suplai dan demand.  “Dan itu strategi dalam rangka memenuhi suplai dan demand tersebut,” katanya.

Sommeng mengatakan masyarakat sekarang sudah mengerti bahan bakar yang efisien dan ramah lingkungan sehingga performa mesin kendaraan tetap terjaga baik dan lingkungan juga kurang tercemar. Dengan sedikit harga lebih tinggi tetapi terjangkau akan mendapat manfaat yang lebih banyak, masyarakat tetap akan memilih itu. “Jadi ini adalah saat yang tepat untuk bergeser ke BBM yang berkualitas lebih baik, efisien dan ramah lingkungan,” kata dia.

Menurut Syarief, seiring dengan tren konsumsi masyarakat yang lebih memilih pertalite dan pertamax, langkah tepat apabila dilakukan pengurangan pasokan premium. Bukan dengan tujuan mengurangi beban subsidi pemerintah, namun untuk mendorong masyarakat menggunakan BBM yang lebih baik.

“Pemerintah juga harus  menetapkan rencana yang jelas sehubungan dengan konsumsi energi ke depan. Apalagi  kuaalitas BBM dengan RON 88 sudah tidak layak untuk mesin kendaraan saat ini,” tandas Syarief.(RI/RK)