JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui revisi keempat Pedoman Tata Kerja (PTK) 007 mengenai Pengelolaan Rantai Suplai memberikan ruang kompetisi yang terbuka bagi vendor lokal. Perhatian besar atas penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) harus diikuti dengan upaya penyedia barang dan jasa dalam negeri untuk terus berbenah diri, sehingga dapat menghasilkan produk dengan kualitas dan harga yang bersaing dengan produk impor. Serta memberikan pelayanan yang optimal bagi para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

“Terciptanya iklim kesetaraan akan membuat industri hulu migas Indonesia menjadi lebih baik dan memberikan multiplier effect bagi para pengusaha nasional dan lokal,” ujar Erwin Suryadi, Kepala Divisi Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa di Jakarta, Rabu (22/11).

SKK Migas bersama KKKS yang beroperasi di wilayah Kalimantan dan Sulawesi mengadakan workshop di Balikpapan pada 20-21 November 2017. Hadir pada kesempatan tersebut penyedia barang dan jasa yang beroperasi di wilayah Kalimantan dan Sulawesi.

Tema yang diangkat dalam workshop adalah PTK 007 Revisi 04 dalam upaya mendorong keterlibatan usaha kecil menengah (UKM) daerah untuk menunjang kegiatan operasi hulu migas. Dipresentasikan upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh Kontraktor KKS wilayah operasi Kalimantan dan Sulawesi seperti PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Mahakam, Vico Indonesia, dan Eni Muara Bakau dalam mendorong keterlibatan UKM untuk menunjang kegiatan operasinya.

Selain itu, dibahas pengawalan proses transisi alih kelola wilayah kerja (WK) Mahakam melalui contract mirroring, serta kebijakan keselamatan kesehatan kerja dan lindungan lingkungan (K3LL) dalam proses Tender.

Bethi Handayaningrum, Vice President Supply Chain Management  Pertamina EP, mengatakan kegiatan workshop menjadi penting karena memberikan pemahaman pelaku pengadaan barang dan jasa KKKS maupun penyedia barang dan jasa selaku mitra kerja.

“Pertamina EP terus mendorong keterlibatan UKM daerah dalam menunjang kegiatan operasi di wilayah kerjanya,” kata Bethi.

Terkait contract mirroring, SKK Migas telah menginisiasi kebijakan tersebut yang mengalihkan kontrak-kontrak dengan penyedia barang dan jasa yang dimiliki Total E&P Indonesie langsung kepada PT Pertamina Hulu Mahakam. Kebijakan contract mirroring yang mencakup lebih dari 500 kontrak ini akan memberikan kepastian kesinambungan operasi dalam rangka pengalihan operasional WK Mahakam dari Total E&P Indonesie kepada PT Pertamina Hulu Mahakam. Kebijakan ini ditempuh untuk menjaga produksi dari Blok Mahakam yang berkontribusi 22% terhadap produksi gas nasional.

Kebijakan contract mirroring ini akan dimulai semenjak 1 Januari 2018 dan berlaku selama satu tahun.

“SKK Migas berperan aktif untuk mengawal kebijakan Pemerintah terhadap kelangsungan proses transisi di Blok Mahakam ini. Dengan mekanisme Contract Mirroring ini para vendor dapat tetap beraktivitas seperti biasa karena kepastian telah memperoleh kepastian kontrak,” ujar Erwin.

Beberapa kontrak yang vital untuk menjamin kelangsungan operasional di lapangan diantaranya adalah terkait kontrak sumber daya manusia yang melibatkan hampir 2.000 karyawan yang bekerja sehari-hari di WK Mahakam tersebut. Selain itu, kontrak-kontrak kapal, rig dan penunjang operasi lainnya turut menjadi bagian.

“Secara keseluruhan, nilai kontrak yang tercakup dalam masa transisi ini mencapai lebih dari US$1,5 miliar,” kata Erwin. (AT)