JAKARTA – Penggunaan gas untuk pembangkit listrik terus meningkat, menggantikan bahan bakar minyak (BBM). Namun gas tidak menggantikan listrik yang dihasilkan pembangkit batu bara atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Chairani Rachmatullah, Kepala Divisi BBM dan Gas Bumi PT PLN (Persero), mengatakan secara persentase fuel mix penggunaan gas tetap akan bertahan pada kisaran 20% – 22%, sementara batu bara akan bertahan sebesar 50%. Posisi primadona batu bara tidak lepas dari harga yang paling murah sebagai bahan baku listrik diantara sumber energi lainnya.

Apalagi sampai sekarang PLN masih memberlakukan sistem merit order, sehingga batu bara akan tetap banyak seiring prioritas PLN terhadap pengoperasian pembangkit dengan biaya terendah, dalam hal ini PLTU, dibandingkan yang lebih mahal. Harga listrik dari pembangkit listrik batu bara saat ini masih terbilang murah , yakni sekitar US$ 6 sen per kWh.

“Kemudian gas itu follower sama peaker. Secara persentase di fuel mix bertahan di 20-22%. Itu sudah enggaj mungkin, tetap saja batu bara yang 50%. Karena batu bara paling murah. kecuali negara membuat kebijakan berbeda untuk harga gas,” kata Chairani di Jakarta, Selasa (13/11).

Menurut Chairani, penetapan harga gas bagi pembangkit listrik masih berdasarkan kesepakatan antara PLN dan pengusaha atau produsen gas. Artinya masih berdasarkan business to business.

“Harganya masih B to B, yang ditetapkan SKK Migas harganya masih US$ 8 dengan ICP US$ 74 per barel,” ungkapnya.

Data PLN menyebutkan, realisasi penggunaan gas dari Januari hingga September 2018 mencapai 348.876,42 BBTU atau 16,65% dari fuel mix. Realisasi ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama di tahun lalu sebesar 334.468 BBTU.

Untuk batu bara sampai September penggunaannya tercatat telah mencapai 43,9 juta ton atau 64,21% dari energi fuel mix.

Menurut Chairani, penggunaan gas dipastikan akan terus meningkat hingga akhir tahun mendatang. Peningkatan penggunaan gas tahun ini tidak lepas juga dari substitusi penggunaan BBM. “Kalau BBM turun dari tahun lalu, kalau gas naik. Memang yang diutilisasi gas dan batu bara,” kata dia.

Chairani menuturkan penggunaan BBM oleh PLN pada tahun ini ditargetkan hanya sekitar 3,6 juta –  3,7 juta kilo liter (KL), sementara tahun lalu realisasi penggunaannya adalah sekitar 4 juta KL. “Sampai September sudah 3 juta KL kita pakai,” tukas Chairani.

Dia menambahkan beberapa pembangkit yang berteknologi dual fuel juga sudah mengganti bahan bakarnya menjad gas misalnya Marine Vessel Power Plant (MVPP) Belawan. “MVPP banyak yang pakai BBM. yang satu Belawan sudah pakai gas. mulai September kemarin. dia 250 Megawatt (MW),” papar Chairani.

Kemudian MVPP lain yang bersiap beralih ke gas adalah MVPP Amurang berkapasitas 120 MW yang dijadwalkan mulai menggunakan gas tiga bulan lagi.

Namun demikian Chairani menjelaskan tidak semua pembangkit dual fuel akan diganti bahan bakunya menjadi gas, karena tetap harus dilihat keekonomiannya lantaran belum semua infrastruktur gas tersedia disekitar wilayah pembangkit. Bahkan ada pembangkit yang lebih ekonomis jika tetap menggunakan BBM sebagai bahan bakunya.

“Jadi pakai gas itu memang tidak selalu bisa, tergantung demand. Kalau kecil-kecil kan mahal logistik,” tandas Chairani.(RI)