FSRU Nusantara Regas, salah satu fasilitas penyaluran gas untuk kebutuhan dalam negeri.

JAKARTA – Tahun ini Pemerintah Indonesia terus meningkatkan penggunaan gas guna memenuhi sebanyak mungkin kebutuhan energi di dalam negeri. Diantaranya untuk pembangkit listrik, kegiatan industri, dan menggerakkan sarana transportasi.

Untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan kegiatan industri di berbagai daerah, gas akan disalurkan melalui Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) sehingga dapat menjangkau wilayah-wilayah Indonesia yang tersebar di beberapa pulau. Saat ini Indonesia telah mengoperasikan FSRU Nusantara Regas yang dioperasikan PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN).

Selanjutnya, Indonesia melalui beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni Pertamina, PGN, dan PT PLN (Persero) akan menuntaskan pembangunan FSRU Lampung, FSRU Jawa Tengah, FSRU Banten, dan Terminal Regasifikasi Arun di Aceh.

Untuk empat FSRU dan satu Terminal Regasifikasi itu, Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan sebanyak 644 kargo gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dalam periode 2013 hingga 2021. Alokasi LNG itu berasal dari kilang LNG BP Tangguh di Papua, proyek Chevron Indonesia Deep Water Development (IDD) di Kalimantan Timur, dan proyak pengembangan gas laut dalam ENI Muara Bakau.

Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, mengaku sejak Januari – April 2013 telah menyampaikan empat surat ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna meminta persetujuan pengalokasikan 644 kargo LNG untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.

Surat dari SKK Migas itu pun dibalas oleh Menteri ESDM pada 22 April 2013, dengan surat jawaban Menteri ESDM Nomor: 0889/15/MEM.M/2013 tentang Alokasi LNG untuk Keperluan Dalam Negeri kepada Kepala SKK Migas.

“Diharapkan dengan selesainya alokasi pasokan LNG untuk kebutuhan domestik tersebut maka semua proyek terminal regasifikasi terapung (FSRU) milik Pertamina, PT PGN dan yang lainnya tersebut dapat segera diselesaikan tepat waktu sehingga kebutuhan gas untuk domestik dapat segera terpenuhi,” ujar Rudi Rubiandini di Jakarta, Senin, 13 Mei 2013.

Ia pun menambahkan, agar memberikan multiplier effect secara maksimal, selain berusaha menambah alokasi gas untuk industri dan kelistrikan, SKK Migas juga mengusahakan gas digunakan sebagai pendukung kegiatan transportasi, dalam rangka mensukseskan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG).

Menurutnya, untuk mendukung program konversi BBM ke BBG sudah tersedia gas sebesar 32 MMSCFD, tersebar di tiga kota yaitu Jakarta, Surabaya dan Palembang. SKK Migas juga meningkatkan alokasi gas dari lapangan Asap di Wilayah Kepala Burung Papua (Genting Oil) sebagai bahan baku industri pupuk. Seperti diketahui, industri pupuk di Indonesia terus berkembang, antara lain perluasan Pabrik Pupuk Iskandar Muda dan rencana pembangunan pabrik petrokimia di Papua. Pengambangan industri pupuk ini dilakukan demi suksesnya program ketahanan pangan nasional.

Untuk mendukung pembangunan industri petrokimia, menurut Rudi telah tersedia gas sekitar 180 MMSCFD dari Lapangan Tangguh di Papua, dan 200 MMSCFD dari Lapangan Asap Papua yang diperkirakan on stream pada 2019. Soal kepastian berapa besarnya gas dari Tangguh yang akan disuplai untuk industri petrokimia, masih menunggu evaluasi cadangan tahun 2016,” jelasnya.

“Komitmen SKK Migas adalah memprioritaskan pemenuhan kebutuhan gas domestik. Karena itu kita sudah tetapkan alokasi LNG untuk memenuhi kebutuhan domestik melalui terminal regasifikasi terapung maupun yang di darat,” kata Rudi lagi.

Ia pun mengaku, SKK Migas ingin agar pasokan gas untuk domestik dapat terus ditingkatkan. Jika alokasi sudah ada maka tinggal penyelesaian pembangunan infrastruktur penyaluran gasnya. “Jangan sampai pasokan gas domestik tidak dapat terpenuhi karena terlambatnya pembangunan infrastruktur terminal penerima atau regasifikasi unit,” tandasnya.

(Abdul Hamid/duniaenergi@yahoo.co.id)