JAKARTA – Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) mendesak pemerintah mencabut Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Operasi Paralel Pembangkit Listrik Dengan Jaringan Tenaga Listrik PT PLN (Persero), dicabut atau tidak diberlakukan untuk listrik surya atap (Rooftop PV).

“Permen tersebut menghambat implementasi roofTop PV untuk komersial dan industri dengan adanya paralel charges,” ungkap Bambang Sumaryo, Ketua PPLSI, kepada Dunia Energi, Selasa (23/1).

Saat ini, kata Bambang, PPLSA beranggotakan 71 orang, termasuk di dalamnya mantan Dirut PLN Nur Pamudji; mantan Gubernur OPEC Widhyawan Prawiraatmadja; mantan Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah; Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana; dan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Soomeng.

Menurut Bambang, pelanggan listrik PLN bisa berkurang dengan penggunaan listrik surya atap. Program 35 ribu megawatt (MW) harus direvisi dengan memasukkan lebih banyak lagi renewable energy yang levelized cost of energy (LCOE)-nya lebih rendah dari energi fosil (batu bara/gas).

“Apalagi kalau pemakai rooftop PV sudah mempunyai penyimpanan sendiri (PV+Storage), mungkin pemakaian dari PLN akan rendah atau malahan cerai dari PLN,” kata dia.

Potensi penggunaan energi listrik surya atap di Indonesia besar sekali, khusus di Pulau Jawa, potensi energi surya ditaksir bisa mencapai 60-80 gigawatt peak (GWp). Meskipun sumber energi gratis dan harga terjangkau, tetap membutuhkan penyimpanan atau storage karena sifatnya yang intermittent. Saat ini, dibutuhkan biaya besar untuk pemasangan roofTop PV, setara beli pulsa listrik selama 8-9 tahun.

Harga modul surya di dunia saat ini telah berada dikisaran US$34-40 sen/Wp. Ini menjadikan harga sistem berada di sekitar US$650k-700k/MWp dan biaya pokok produksi pembangkit listrik tenaga surya berada dibawah US$ 0,04/ kWh untuk negara-negara Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, India, dan Chili.

Meskipun sumber energi gratis dan harga terjangkau, energi surya tetap membutuhkan penyimpanan atau storage karena sifatnya yang intermittent.

“Semoga teknologi battery makin tersedia dan makin murah. Serta ada pembiayaan dengan bunga rendah untuk pemasangan rooftop PV dirumah-rumah,” kata Bambang.(RA)