JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menilai perlu mekanisme harga jual batu bara yang tepat untuk menjamin pasokan bagi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang.

“Kami pada prinsipnya mendukung pengembangan PLTU mulut tambang. Namun untuk pengembangannya, perlu diatur mekanisme harga jual batu bara dengan metode cost plus margin untuk jaminan pasokan,” kata Hendra Sinadia, Deputi Direktur Ekskutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia(APBI), kepada Dunia Energi, Selasa (18/10).

Pasokan batubara untuk domestik tahun depan diperkirakan capai 150 juta ton

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merevisi peraturan terkait penetapan harga bagi PLTU mulut tambang melalui Peraturan Menteri (Permen) Nomor 24 Tahun 2016. Beleid tersebut ditandatangani Pelaksana Tugas Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan pada 13 September 2016 dan resmi menggantikan Permen ESDM Nomor 9 Tahun 2016.

Peraturan baru yang diterbitkan ESDM itu menyebutkan harga batu bara yang digunakan untuk PLTU ditetapkan secara negosiasi antara perusahaan PLTU mulut tambang dan perusahaan tambang. Sebelumnya, harga dasar batu bara harus sesuai dengan biaya produksi ditambah margin, dengan rentang yang disesuaikan Kementerian ESDM.

Di dalam beleid baru, pemerintah lepas tangan dalam menentukan margin harga batu bara, jika terdapat jalan buntu dalam penetapan harga batubara antara perusahaan PLTU dan perusahaan tambang. Kini kesepakatan harga batubara lebih menekankan aspek business-to-business.

Besaran margin ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan antara perusahaan tambang dengan perusahaan PLTU mulut tambang, demikian pernyataan Luhut Binsar Panjaitan dalam peraturan beleid tersebut.

Namun demikian, pemerintah tetap mempertahankan margin harga batu bara. Besaran margin Perusahaan Tambang paling rendah sebesar 15% dan paling tinggi sebesar 25%.(RA)