JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) diminta untuk terus mengembangkan energi panas bumi, meskipun masih menemui banyak kendala, seperti lamanya proses negosiasi harga jual beli listrik.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah tengah berupaya untuk bisa membenahi proses perjanjian jual beli listrik atau uap dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) ke pembeli utama, PT PLN (Persero) yang kerap kali harus melalui proses panjang negosiasi.

“Kita yakin seharusnya ini bisa dipercepat, saya segera bentuk tim untuk melakukan evaluasi proses negosiasi ini,” kata Jonan disela-sela kunjungan ke PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang dikelola PGE di Minahasa, akhir pekan lalu.

Menurut Jonan, pembangunan PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 memang cepat, namun itu disebabkan keduanya merupakan proyek pengembangan dan bukan proyek eksplorasi.

“Negosiasi sama PLN lama, kalau 5 dan 6 kan tinggal expand saja tapi yang unit 1 kan lama. Nah kita harus temukan cara atasi negosiasi dengan PLN agar tidak lama,” ungkap dia.

Jonan meyakini percepatan negosiasi antara PGE dan PLN terkait jual beli listrik dan uap turut mempengaruhi kelancaran pengembangan panas bumi di tanah air.

Selain tengah berupaya mempercepat proses negosiasi untuk bisa kembangkan panas bumi, pemerintah juga tidak akan menutup diri bagi investor swasta yang ingin ikut mengembangkan panas bumi di tanah air. Masuknya swasta akan bisa menghemat pengeluaran negara dan dananya bisa dialihkan untuk pembangunan di sektor krusial lainnya.

“Arahan Presiden Joko Widodo jelas, partisipasi masyarakat dan swasta nasional ataupun asing itu diharapkan. Jadi tidak bergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) saja,” kata Jonan.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengakui selama ini proses negosiasi harga memerlukan waktu cukup panjang, karena dilakukan antar dua perusahaan yang memiliki sudut pandang bisnis dan nilai keekonomian berbeda sehingga peran pemerintah memang diperlukan untuk bisa bersama-sama mencari jalan keluar terbaik.

“Ya memang disini kita memerlukan kehadiran pemerintah untuk bisa membantu dalam percepatan. Selama ini kan negosiasinya dalam  bentuk business to business saja,” tandas Syamsu.(RI)