Sumur panas bumi Kamojang.

Sumur panas bumi Kamojang.

JAKARTA – Pengembangan panas bumi di Indonesia mensyaratkan adanya perbaikan regulasi dan kebijakan secara komprehensif. Karena peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, belum dapat menampung kebutuhan pengembangan dan pengelolaan sumber daya energi terbarukan itu, bagi kelangsungan pemenuhan kebutuhan energi nasional.

Hal ini diungkapkan Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Abadi Poernomo dalam “Breakfast Gathering With Minister” di Hotel Pullman Jakarta, Kamis, 20 Maret 2014, dalam rangka peluncuran “Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2014”.  

Hadir pula dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, dan Ketua Panitia IIGCE 2014, Prijandaru Effendi.

Abadi mengungkapkan, revisi Undang-Undang (UU) Panas Bumi yang saat ini sudah diagendakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan salah satu perhatian dalam IIGCE 2014. “Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunannya (revisi UU Panas Bumi, red)  dan harus dicari solusi guna mempercepat pengusahaan panas bumi di Indonesia,” ujarnya.  

Pertimbangan pertama, panas bumi merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara, dan mempunyai peranan penting sebagai sumber daya energi yang turut menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kedua, panas bumi merupakan energi ramah lingkungan, yang pengelolaannya tidak merusak ekosistem, dan tidak memberikan efek yang merugikan bagi lingkungan sekitar. Sehingga perlu didorong dan dipacu pengembangannya, guna memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia khususnya untuk menguatkan ketahanan energi nasional.

Ketiga, pemanfaatan panas bumi memiliki potensi besar dalam mengurangi ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil, bahan bakar minyak (BBM), gas, dan batubara. Bahan bakar fosil itu tidak dapat diperbaharui dan suatu saat akan habis.

Pemerintah Indonesia, sejauh ini telah meletakkan panas bumi sebagai kunci utama kebijakan energi nasional, demi mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Pemerintah pun telah menargetkan, pada 2020 mendatang, 22% kebutuhan energi nasional atau setara dengan 6.500 Megawatt (MW) listrik, bisa dipasok dari panas bumi.

Indonesia sendiri terbukti telah menguasai teknologi panas bumi. Tinggal bagaimana menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk mengelola puluhan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang ada, untuk dapat segera dikembangkan.

Sayangnya, ulas Abadi, potensi besar sektor panas bumi yang kita miliki itu, tidak didukung oleh regulasi dan kebijakan yang memadai. Antara lain, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, belum dapat menampung kebutuhan perkembangan dan pengelolaan sumber daya panas bumi, bagi kelangsungan pemenuhan kebutuhan energi nasional.

Persoalan mendasar lainnya adalah, masih diperlukannya kebijakan terbaru menyangkut kebijakan harga, yang memungkinkan investasi proyek-proyek panas bumi, dapat segera direalisasikan secara ekonomis dan memenuhi kriteria investasi.

“Kita ketahui bahwa untuk mengelola cadangan panas bumi Indonesia yang sangat besar, dibutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga aspek comerciality dari proyek harus diperhatikan, dan itu sangat bergantung pada besaran tarif atau harga listrik panas bumi, yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.

Maka dari itu, kata Abadi, dalam forum IIGCE 2014 nanti, akan dibahas berbagai persoalan terkait kebijakan, peraturan, program-program akselerasi pengembangan panas bumi, dan terobosan-terobosan dalam peraturan dan perundang-undangan, guna mencapai tujuan percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia. Perkembangan terakhir, Rancangan UU sebagai revisi UU Panas Bumi, saat ini sudah digodok ditingkat Pansus (Panitia Khusus) RUU.

Benchmark Best Practice Panas Bumi Indonesia

IIGCE 2014 sendiri, akan berlangsung pada 4 – 6 Juni 2014 mendatang, di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC). Menurut Abadi, IIGCE telah menjadi agenda resmi API yang merupakan kelanjutan konvensi pada tahun lalu, sekaligus forum Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) ke-14.

Mengusung tema “Enhancing Geothermal Development To Meet Energy Demands Through Policy Breakthrough”, IIGCE 2014 yang merupakan penyelenggaraan tahun kedua ini, akan meneruskan semangat dan upaya pemerintah, dalam mempercepat pengusahaan panas bumi di Indonesia, guna memenuhi kebutuhan energi nasional.

“Perhelatan IIGCE tahun lalu telah berjalan sukses, mendapatkan perhatian yang besar dari banyak pihak, yaitu lebih dari 600 peserta konvensi, dan 3.000 pengunjung hadir. Diharapkan, IIGCE sebagai forum strategis dapat meningkatkan koordinasi dan komunikasi multi stakeholder untuk percepatan pengembangan panas bumi Indonesia,” ucapnya.  

Abadi menambahkan, perhelatan IIGCE 2014 juga diharapkan dapat menjadi benchmark best practice, sehingga perkembangan industri panas bumi di Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara pengembang panas bumi di kancah internasional, sekaligus menjadi wadah dalam mengembangkan ilmu, sharing knowledge antar sesama pelaku industri.

IIGCE 2014, kata Abadi lagi, merupakan momentum untuk memberikan dukungan bagi upaya-upaya pemerintah, dalam menghasilkan kebijakan dan regulasi bidang panas bumi, serta mensinergikan semua pemangku kepentingan terkait upaya mengambil bagian dalam rencana dan peluang pengembangan industri panas bumi.

“Kegiatan IIGCE 2014 ini akan diikuti oleh semua pelaku industri panas bumi seperti pihak pengembang, perusahaan jasa penunjang, pejabat permerintah, pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi,” jelas Abadi lagi.  

Ia pun memaparkan, API adalah organisasi profesi tempat bergabungnya perusahaan, para pakar, penggiat, pemerhati, pengamat, dan mahasiswa di bidang panas bumi, yang merupakan mitra kerja pemerintah dalam memberikan masukan-masukan, dan kajian ilmiah, dengan visi mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia.

“Oleh karena itu, hasil kegiatan IIGCE 2014 ini akan menjadi suatu bentuk laporan yang akan disampaikan kepada pemerintah sebagai masukan,” tandas Abadi.

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)