JAKARTA – Upaya dalam peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) terus dilakukan. Namun hingga saat ini belum ada hasil sugnifikan yang mampu menunjukkan peningkatan pemanfaatannya.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan tantangan terbesar dalam penggunaan EBT bagi Indonesia adalah kemampuan daya beli masyarakat terhadap energi listrik EBT yang masih kecil. Karena harus diakui harga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan baku EBT masih sangat tinggi.

“Tantangan tentang disparitas penghasilan atau affordability disparity, perbedeaan kemampuan atau daya beli itu menjadi satu tantangan yang besar,” kata Jonan dalam Dialog Energi tentang strategi pencapaian target EBT di Jakarta, Kamis (2/3).

Menurut Jonan, tantangan tersebut harus segera memiliki solusi, karena jika terus dibiarkan target pencapaian EBT tidak akan pernah terwujud. Salah satu upaya yang coba dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan kontrol terhadap tarif.

Stakeholder pun diminta untuk bisa terbuka melihat permasalahan ini sebagai masalah besar yang hanya bisa diselesaikan dengan adanya kompromi dari berbagai pihak.

“Jadi kita harus kompromi, apakah pengusahanya itu mau diutamakan, bauran atau affordability-nya yang diutamakan,” tambahnya.

Jonan meminta sinergi antar anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur pemerintah (AUP) maupun Anggota Unsur Pemangku Kepentingan (AUPK). AUPK dinilai memiliki pemikiran idealis, meski positif namun terkadang justru menjadi satu hambatan tersendiri.

“Sekarang kalau idealis bagus, tapi kadang-kadang tidak jalan. Jadi mohon kalau bisa realistis. Kalau tidak cocok coba cari mitigasinya atau cari cara kembali sesuai RUEN-nya,” ungkap Jonan.

Pemerintah sebelumnya menyatakan proyeksi capaian EBT yang sudah dicanangkan dalam RUEN yakni sebesar 23 persen pada 2025 akan sulit tercapai. Capaian yang realistis diperkirakan hanya sekitar 20 persen.

Abadi Poernomo. Anggota DEN, mengakui dengan adanya tantangan serta kondisi di sektor ketenagalistrikan memang capaian sekitar 20 persen sudah maksimal dan realistis. Namun Abadi meminta tidak melupakan ada cabang energi primer lain bukan hanya listrik yang menggunakan EBT seperti untuk bahan bakar atau transportasi yang masih memiliki potensi dan harus tetap menjadi fokus pengembangannya.

“Kan masih ada bio massa, bio diesel dan lainnya. Itu untuk bahan bakar jadi kalau secara keseluruhan rasanya masih bisa tercapai target 23 persen,” tandas Abadi.(RI)