JAKARTA – Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dinilai perlu payung hukum yang lebih kuat. Untuk itu, DPR bersama pemerintah perlu menyiapkan payung hukum yang lebih kuat bagi pengembangan EBT serta secara paralel menyiapkan regulasi turunan dari UU seperti PP, perpres, dan permen untuk mengimplementasikan UU tersebut.

 

Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan urgensi payung hukum EBT yang lebih kuat adalah saat ini Indonesia masih mengandalkan energi dari fosil yang tidak terbarukan dan kian hari akan habis.

Di sisi lain, kebutuhan energi akan terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi.

“Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki potensi EBT seperti panas bumi, air, surya, biofuel, dan angin yang melimpah, namun belum termanfaatkan dengan optimal,” ujar Herman seperti dikutip Antara, Kamis (9/11).

Menurut Herman, tuntutan pemanfaatan energi, yang ramah lingkungan, secara global makin meningkat seiring kesadaran dunia menjaga kelestarian lingkungannya, sehingga pengembangan EBT makin relevan.

Saat ini payung hukum yang dimiliki baru berbentuk Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang menyebutkan target bauran energi dari EBT sebesar 23% pada 2025 dan menjadi 31% pada 2050.

Sudirman Said, mantan Menteri ESDM,  mengatakan pengembangan EBT merupakan keharusan.

 

“Kekuatan EBT adalah wujud kedaulatan energi yang berkelanjutan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengembangkannya dari sekarang,” kata dia.

Menurut Sudirman,  saat ini dari kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 60.148 MW, hanya 8.900 MW yang bersumber dari EBT.

Dengan demikian, lanjut dia, kontribusi EBT dalam bauran pembangkit listrik hanya dua persen. “Padahal, Indonesia mempunyai potensi EBT untuk pembangkit sebesar 441,7 GW,” katanya.

Sudirman menambahkan pengembangan EBT menjadi sulit dikarenakan adanya “vested interest”, politik populis, dan cara pandang myopic.

“Oleh karena itu, perlu adanya integritas, konsistensi, dan kompetensi dalam mengembangkan EBT agar benar-benar bisa terwujud kedaulatan energi yang berkelanjutan,” ungkap Sudirman.

Menurut Parlindungan Purba, Ketua Komite 2 Dewan Perwakilan Daerah (DPD), perlunya menyusun kebijakan yang fokus pada pengembangan EBT.

“Investasi energi terbarukan juga perlu didorong dengan mewujudkan kepastian iklim usaha dan pemberian insentif pada tarif, kredit pajak, dan sertifikat hijau,” tandas Parlindungan.(AT)