JAKARTA – Keterlibatan pelaku usaha lokal dalam pengembangan energi baru Terbarukan (EBT) hingga kini masih terkendala masalah finansial. Faby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia for Essential Services Reform, mengatakan selama ini sudah ada pemain lokal yang menanamkan investasi di pembangkit EBT.

“Jadi bukan hal baru. Pemain lokal memang harus diberikan peluang, tapi ini juga tergantung pada kemampuan pengusaha lokal dalam mengembangkan proyek EBT. Selama ini kendalanya adalah kemampuan finansial dan penguasaan teknologi yang belum cukup baik,” kata Faby kepada Dunia Energi, Selasa(28/6).

Faby menekankan PT PLN (Persero), selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor kelistrikan, semestinya  mendukung pengembangan energi terbarukan. Di samping itu,  PLN juga tidak mempersulit proyek pembangkit swasta dan melakukan pekerjaan membangun pembangkit  dan transmisi dengan baik.

“Tidak membuat hambatan yang bisa menyurutkan minat investasi. Ini yang penting,” tegasnya.

Faby mengungkapkan, sejak dulu pihak pengembangan (Independent Power Producer/IPP) diberi peran besar namun success rate proyek-proyeknya hanya 20-25%. Dalam RUPTL 2016-2025, PLN mendapat porsi pengembangan pembangkit listrik dengan total kapasitas 10 gigawatt (GW).

“Kerjakan saja dengan baik proyek ini dan pembangunan transmisi. Di sisi lain, pemerintah harus pantau minat swasta untuk investasi pembangkit serta realisasi proyeknya. Banyak pelaku IPP mengalami kendala pendanaan. Jangan sampai swasta yang diberikan porsi besar justru tidak mampu membangun,” ungkap Faby.

Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada para menteri terkait agar prioritas dari pembangunan proyek listrik 35.000 megawatt (MW) dapat diarahkan kepada daerah-daerah yang masih mengalami kekurangan pasokan listrik. Dalam instruksinya, Presiden meminta agar semaksimal mungkin mendorong keterlibatan pelaku usaha lokal dan nasional serta pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam pelaksanaan program 35.000 MW.(RA)