JAKARTA – Peran PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan minyak nasional (national oil company/NOC) harus diperluas dengan memberi kesempatan yang luas untuk mengelola dan mengusahakan blok-blok migas nasional. Apalagi Pertamina baru berkontribusi 26 persen dari produk migas nasional, jauh dibandingkan dengan NOC negara lain seperti Petronas, Malaysia yang telah berkontribusi hingga 70 persen.

“Pemerintah harus menempatkan peran dan posisi Pertamina sesuai dengan hakekat dan tujuan pembentukannya dengan mengelola blok migas secara mandiri di tanah air,” ujar Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) di Jakarta.

Menurut dia, kemampuan teknis Pertamina tidak diragukan. Bahkan, fakta menunjukkan blok migas yang pengelolaannya diambil alih oleh Pertamina, produksinya jauh lebih baik dibandingkan operator sebelumnya, seperti di lapangan Ramba. Apalagi dalam regulasi yang ada, Pertamina diberikan hak pertama untuk bisa mengelola blok yang habis masa kontraknya.

“Untuk mencapai visi kemandirian dan ketahanan energi nasional pemerintah harus menunjuk Pertamina agar bisa mengelola blok migas di Indonesia yang masa kontraknya sudah habis,” tegas Syamsir.

Hal senada diungkapkan Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari Reforminer Institute. Menurut dia, mengatakan Pertamina telah terbukti siap. Namun karena menyangkut masalah bisnis, Pertamina tentu akan lebih hati-hati untuk mengambil alih blok migas yang habis kontraknya.

“Pertamina perlu juga selektif memilih lapangan yang akan diambil, harus diukur semua aspek kesiapannya,” kata Komaidi.

Setelah ditunjuk untuk mengelola Blok Mahakam mulai Januari 2018 dan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ), Pertamina mengharapkan juga bisa ditunjuk untuk mengelola Blok Sanga-Sanga yang akan habis masa kontraknya pada Agustus 2018.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan tahun ini sudah ada keputusan tentang kontrak Blok Sanga-Sanga. Tujuannya agar ada kepastian investasi bagi operator di blok yang sudah beroperasi 50 tahun itu.

Hak partisipasi Sanga-Sanga dikuasai BP East Kalimantan sebesar 26,25%, Lasmo Sanga Sanga 26,25%, Virginia Indonesia Co LLC 7,5%, OPICOIL Houston Inc sebesar 20%, Universe Gas & Oil Company 4,37%, dan Virginia International Co LLC 15,63%. PT VICO Indonesia tercatat menjadi operator Blok Sanga-Sanga.

Per 30 Juni 2016, SKK Migas mencatat Blok Sanga-Sanga telah menyumbang lifting atau produksi siap jual minyak sebanyak 18 ribu barel per hari. Sedangkan lifting gas sebanyak 31 ribu barel oil ekuivalen per hari (BOEPD).

Taslim Z Yunus, Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan keputusan kontrak Blok Sanga-Sanga akan ditangan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pertamina, lanjut dia, memang mempunyai hak dan prioritas untuk meminta lapangan yang habis kontraknya karena telah diatur oleh regulasi.

“Pertamina jadi menyampaikan rencana kerjanya untuk 20 tahun ke depan. Jadi kan masing-masing, Pertamina dan kontraktornya mempunyai rencana,” kata Taslim.

Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah akan memberikan kesempatan yang besar bagi Pertamina untuk mengelola blok migas yang habis kontraknya. Apalagi Pertamina sebagai wakil negara dalam sektor migas tentu akan mendapat dukungan dari negara untuk mengembangkan sektor migas.

“Pertamina diberikan keleluasaan bisnis, diberi kebebasan gandeng partner, sama kemarin ke Iran pemerintah G to G dengan Iran, baru kemudian Pertamina hanya tinggal melanjutkan pembicaraan saja,” ungkap dia.

Menurut Sujatmiko, dengan kondisi sulit sekarang ini kunci utamanya efisiensi. Pertamina sebagai local company lebih mudah untuk melakukan efisiensi biaya dibanding dengan perusahaan luar negeri.

“Pertamina sudah mengetahui Indonesia, tahu karakteristik lokasi indonesia. Sumber daya manusia juga sudah cukup bagus karena itu kita sih dorong Pertamina untuk maju kelola lapangan migas,” tandasnya.(***)