JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan pengelola Blok Rokan, termasuk jika PT Chevron Pacific Indonesia memperpanjang kontrak pengelolaannya harus dipastikan tidak ada penurunan produksi di blok tersebut.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan untuk kontrak-kontrak yang akan habis, termasuk Blok Rokan, pemerintah melakukan evaluasi terlebih dulu terkait pengelola blok migas berikutnya.

“Kontraktor yang mengelola blok tersebut nantinya diharapkan dapat tetap mempertahankan produksi. Selain itu, harus mampu memberikan bagi hasil yang lebih menguntungkan bagi pemerintah,” kata Arcandra, Selasa (20/6).

Pemerintah telah dua kali memanggil Chevron dan meminta agar segera memberikan kepastian perpanjangan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, kontraktor dapat mengajukan perpanjangan kontrak kerja sama paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir.

“Pemerintah berharap Chevron dapat memberikan kepastian lebih cepat agar pemerintah memiliki waktu untuk mengevaluasi blok yang kontraknya akan habis empat tahun lagi tersebut,” ungkap Arcandra.

Chevron menjadi kadidat kuat pengelola blok yang saat ini merupakan penyumbang terbesar produksi minyak nasional.

Djoko Siswanto, Direktur Pengendalian Pengadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan kontrak Chevron di Blok Rokan berpeluang besar untuk bisa diperpanjang.

Hal itu disebabkan pengalaman Chevron dalam mengelola blok diharapkan bisa membuat produksi blok Rokan tidak mengalami penurunan. “Tujuannya agar produksinya tidak low, karena dia sudah biasa di sana,” kata dia.

Pri Agung Rakhmanto pengamat migas dari Universitas Trisakti, menyatakan Chevron diperkirakan memiliki alasan khusus mengapa belum juga menyampaikan pengajuan proposal perpanjangan kontrak Blok Rokan. Salah satu yang utama adalah masih dipelajarinya beberapa regulasi yang baru diterapkan. Serta penantian beberapa regulasi yang dijanjikan pemerintah yang tentu saja akan berhubungan langsung dengan nilai keekonomian lapangan.

“Chevron mungkin masih wait and see. Mereka masih mempelajari keekonomian, jika melanjutkan blok tersebut dengan mempertimbangkan kondisi harga minyak, dan peraturan – peraturan atau arah kebijakan pemerintah Indonesia,” kata Pri kepada Dunia Energi.

Alasan lain adalah kebijakan Chevron secara korporasi. Chevron sambil melakukan kajian juga membandingkan portofolio investasinya yang lain karena keputusan investasi Chevron di Indonesia diputuskan induk usaha Chevron di Amerika Serikat yang tentunya ditempatkan di dalam kerangka strategi portofolio investasinya secara global. “Blok Rokan di Indonesia bukan satu-satunya investasi Chevron,” tandas Pri Agung.(RI)