JAKARTA– Lima kali sudah kasus ledakan sumur minyak ilegal sepanjang Januari-Februari 2017 di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan. Kejadian terakhir Sabtu (25/2) pagi saat sumur minyak ilegal di Jalan Tembusan Ulak Paceh Jaya, Desa Ulak Paceh, Kecamatan Lawang Wetan, Muba meledak dan terbakar. Diduga sumber api berasal dari keran tutup tanki penyulingan. Api kemudian membakar minyak yang berada dalam tanki penyulingan itu.

Hingga kini belum ada tindakan tegas yang nyata terhadap persoalan sumur minyak dan tempat penyulingan minyak ilegal di daerah tersebut. Padahal, pemilik pengolahan minyak ilegal itu sudah terang, yaitu Amri Zakaria (52), warga Dusun II, Desa Ulak Paceh, Lawang Wetan. Sedangkan pemilik lahannya, Kholidi (40), warga Desa Ulak Paceh, Lawang Wetan.

Sebelumnya, tragedi mengenaskan sekaligus memilukan terjadi pada Minggu (22/1). Sebuah ledakan dan kebakaran akibat kegiatan pengeboran minyak terjadi di Desa Kemang, Kecamatan Sanga Desa, Muba. Sarnubi (4), warga desa setempat, tewas gara-gara ledakan saat melakukan pengeboran minyak. Tiga rekannya, yaitu Pendi (19), Andi (39), dan Sukarno (25), warga Desa Kemang, mengalami luka bakar di sekujur tubuh.

Empat hari sebelumnya, yaitu Rabu (18/1) pagi, juga terjadi kebakaran tempat penyulingan minyak ilegal di Dusun III, Desa Ulak Pace Jaya, Kecamatan Lawang Wetan. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Namun, puluhan drum berisi minyak masak terbakar, satu mobil pikap, dan satu unit motor terbakar.

Sepekan sebelumnya, persisnya pada Rabu (11/1) malam, terjadi ledakan di lokasi pengeboran pada lahan milik warga. Sekitar 18 orang warga pekerja yang tengah melakukan pengeboran minyak ilegal di Talang Saba, Dusun III, Desa Tanjung Keputren, Kecamatan Plakat Tinggi, Muba, menderita luka bakar. Korban dibawa ke Rumah Sakit Sekayu, ibu kota Muba.

Kurtubi, Anggota Komisi Energi (VII) DPR dari Fraksi Partai Nasdem, mengatakan kegiatan pengeboran minyak di Muba adalah ilegal karena seluruh aktivitas pengeboran harus seizin dan sepengetahuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Apalagi, pengeboran minyak ilegal juga bertentangan dengan pasal 52 Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman kurungan maksimal enam tahun dan denda paling banyak Rp 60 miliar. Selain tidak menerapkan kegiatan pengeboran yang amat bagi pekerja, aktivitas illegal drilling itu juga merusak lingkungan akibat limbah minyak yang tidak dikelola sesuai prosedur.

“Kegiatan pengeboran itu pasti tidak berizin. Untuk izin pengeboran harus ada kontrak dengan SKK Migas. Jelas itu melanggar hukum dan harus ada tindakan konkret dari penegak hukum, khususnya kepolisian,” ujarnya.

Kurtubi mengatakan, Pemkab Muba dan Polres Muba harus turun tangan untuk menertibkan praktik illegal drilling di daerah itu. Polisi harus mengusut kejahatan tersebut dengan mengungkap siapa yang bertanggungjawab, siapa bohirnya dan ke mana minyak tersebut dijual.

“Kalau kasus pengeboran ilegal itu berjalan sudah lama, berarti ada pembiaran. Atau malah ada oknum tertentu yang bekerja sama. Perlu ada dorongan dari pusat. Harus ada tindakan nyata dari kepolisian,” katanya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan persoalan illegal drilling sejatinya adalah masalahbersama, tapi porsi terbesar tentu pemda setempat dan aparat keamanan. Tidak bisa persoalan tersebut hanya dibebankan kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang melaksanakan operasi di daerah tersebut, sementara kegiatan illegal drilling bukan berada pada aset wilayah kerja KKKS. Apalagi dengan praktik ilegal, KKKS justru menjadi pihak yang dirugikan.

“Agak aneh pihak yang dirugikan malah diminta bertanggungjawab secara anggaran untuk pemberdayaan warga sebagai ganti mata pencaharian,” ujarnya.

Kapolres Muba Ajun Komisaris Besar Polisi Julihan Muntaha mengatakan, permasalahan pengeboran sumur minyak dan pengolahan minyak ilegal di Muba jangan selalu ditujukan pada kepolisian untuk menanganinya. Dia mengaku kewenangan kepolisian menindak aksi illegal tapping. “Mengenai keberadaan illegal drilling, seharusnya pemerintah daerah berperan aktif, yang memiliki wilayah,” katanya. (DR/RI/RA)