JAKARTA – Pemerintah mempertimbangkan untuk menambah sektor industri yang akan menikmati harga gas ekonomis atau maksimal US$ 6 per MMBTU. Ada empat industri tambahan yang akan diusulkan dalam revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 40 Tahun 2016.

Muhammad Khayam, Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa saat ini memang sedang dikaji usulan empat sektor industri tambahan dari Kementerian Perindustrian oleh Kementerian ESDM.

“Industri tekstil, makanan dan minuman, pulp dan paper, serta industrial estate (kawasan industri). Jadi istilahnya, tambahan prioritas yang itu,” kata Khayam saat ditemui seusai Indonesia Refining and Petrochemical Forum 2017 di Jakarta, Selasa (7/3).

Dalam Permen 40 Tahun 2016 tentang Harga Gas Bumi untuk Industri Tertentu, disebutkan terdapat tujuh sektor industri yang mendapatkan harga khusus yakni oleochemical, kaca, keramik, sarung tangan karet, pupuk, baja dan petrokimia. Saat ini baru tiga industri yang mendapatkan fasilitas harga khusus, yakni pupuk, baja dan petrokimia.

Menurut Khayam, selain membahas penambahan prioritas sektor industri, pemerintah juga akan segera memberikan rekomendasi penurunan harga gas bagi dua sektor selanjutnya. “Dulu kan tiga sektor dengan Permen ESDM 40/2016. Ini harus ditambah dua lagi karena mendesak, kaca dan keramik. Jadi itu dulu, nanti ini baru dituntaskan dua lagi,” ungkapnya.

Dengan adanya penambahan empat sektor tambahan otomatis ada perusahaan yang akan mendapatkan fasilitas harga murah nantinya bisa mencapai 300 perusahaan. Saat ini saja Kemenperin telah mengusulkan sekitar 86 perusahaan dari lima sektor, yakni pupuk, baja dan petrokimia, kaca dan keramik.

“Kalau ditotal semuanya ada 300-an perusahaan semua untuk 11 sektor. Kalau dijumlah kapasitas gasnya 2.200 MMSCFD,” kata Khayam.

Dia menambahkan, insentif dalam bentuk fasilitas harga gas murah nantinya tidak akan berlangsung dalam waktu yang lama, karena perhitungan harga gas akan berkaitan dengan harga minyak dunia yang bergerak fluktuatif. Namun pemerintah dipastikan tetap akan memberikan insentif yang diperlukan agar kegiatan usaha tetap berjalan.

“Harus ada insentif, tapi tidak long term. Bisa saja diturunkan atau naik lagi. Kita harus seperti itu, melihat situasi. Ini sejak 2014 kan kejatuhan harga minyak. Hampir semua komoditas jatuh,” kata Khayam.(RI)