JAKARTA – Pelaku usaha sektor hulu minyak dan gas diminta memanfaatkan perubahan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) dari cost recovery ke gross split.

Berly Martawardaya, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, mengatakan skema gross split membuka peluang besar bagi efisiensi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di tanah air. Salah satu intrumen utama dalam menciptakan efisiensi adalah dengan penggunaan berbagai komponen lokal, baik teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM) maupun sistem operasi.

Ini menjadi kesempatan bagus bagi terjadinya transfer pengetahuan dari teknologi migas internasional untuk diadopsi pelaku usaha di dalam negeri untuk menciptakan berbagai komponen penunjang industri migas yang kompetitif sekaligus berkualitas.

“Dengan gross split kompetisi akan lebih efisien. Ini tren ke depan, sehingga perusahaan migas yang mau bersaing di Indonesia, akan mencoba tingkatkan eksplorasi dan kegiatannya dengan gunakan teknologi. Sistem operasi efisien, SDM high skill, baik luar dan dalam negeri dengan mix yang harus optimal dimanfaatkan,” kata Berly kepada Dunia Energi, baru-baru ini.

Menurut Berly, efisiensi menjadi satu-satunya jalan untuk merespon terus meningkatnya tren konsumsi energi di Indonesia, terutama minyak seiring pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor. Ada sekitar lima juta sepeda motor dan satu juta mobil baru setiap tahun. “Kalau supply oil tidak meningkat, impor minyak semakin lama akan semakin besar. Tahun lalu ada peningkatan nilai tukar dolar AS karena impor migas. Jadi kalau tidak dimanage dengan baik, bisa krisis,” ungkap dia.

Rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional saat ini tercatat 1,6 juta barel per hari, sementara produksi minyak dalam negeri hanya sekitar 800 ribu barel per hari. Itu berarti sisa untuk penuhi kebutuhan adalah dengan membeli minyak dari luar negeri.

Marjolijn Wajong, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), mengatakan perusahaan-perusahaan migas internasional dan nasional yang beroperasi di Indonesia masih yakin dengan potensi besar migas di tanah air. Namun untuk bisa melanjutkan kegiatan diperlukan tindakan ekstra yang harus didukung pemerintah.

Penerapan gross split diyakini akan menjadi tantangan besar karena selama bertahun-tahun ada jaminan penggantian biaya operasi. Pasalnya, skema kontrak baru dengan ketiadaan jaminan penggantian biaya operasi diterapkan pada saat harga minyak dunia masih fluktuatif.

DCIM100MEDIADJI_0009.JPG

“Kan pengalokasian capital (modal) jadi berkurang tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia, sehingga jadi lebih sedikit investasi yang masuk ke migas,” kata Wajong.

Dia menambahkan kebijakan pemerintah kali ini akan berpengaruh besar dalam menarik investasi. Untuk itu pemerintah diminta tidak kaku dalam penerapannnya dan tidak sungkan melakukan evaluasi.
“Jangan gengsi kalau memang harus di evaluasi. Kita apresiasi upaya pemerintah tapi jangan menutup diri untuk bersama lakukan perbaikan,” tandas Wajong.(RI)