JAKARTA – Penerapan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split untuk menggantikan skema cost recovery diyakini bisa meningkatkan nilai keekonomian ladang minyak dan gas karena adanya pemangkasan birokrasi.

“Skema gross split diharapkan menyederhanakan rantai birokrasi, sehingga bisa meningkatkan perekonomian proyek,” kata Rionald Silaban, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan di Jakarta, Selasa (31/1).

Rionald mengatakan ada perubahan besar dalam bisnis migas, tidak hanya di tingkat global namun juga terjadi di Indonesia. Penurunan kegiatan eksplorasi dalam beberapa tahun terakhir membuat produksi juga semakin turun, hingga menyebabkan kontribusi sektor migas merosot. Apalagi kondisi tersebut makin diperparah dengan anjloknya harga minyak dunia sejak tiga tahun terakhir.

“Migas dulu jadi primadona. Pada 2015 berkontribusi Rp 198 triliun ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari total PNBP Rp 352 triliun. Tren ini masih berlangsung 2013 dan 2014, 2015 masih diatas 50%. Tapi 2016 hanya mencapai 30%,” ungkap dia.

Goro Ekanto, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, menyatakan beberapa kebijakan yang digulirkan memang sedikit banyak mempengaruhi kebijakan para pelaku usaha, salah satunya adalah setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 79 Tahun 2010. Kebijakan tersebut diyakini akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam suatu proyek di Indonesia yang tidak lebih baik dari negara tetangga, khususnya di kawasan ASEAN.

“Indonesia di ASEAN tidak terlalu bagus, kegiatan eksplorasi tingkat keberhasilannya di bawah Myanmar, Vietnam, Brunei Darussalam dan Filipina. Padahal kalau tingkat keberhasilan tinggi bisa meningkatkan investasi,” kata Goro.

Dia menjelaskan selama ini para kontraktor mengeluhkan stabilitas fiskal yang membebani investor dengan pajak-pajak lain yang timbul setelah penandatanganan kontrak. Serta pada masa eksplorasi.

“Saat ini Kementerian Keuangan dan kementerian terkait berupaya menerbitkan kebijakan baru yang dapat mengakomodir kemauan investor dengan merevisi beberapa poin dalam beleid tersebut,” tandas Goro.(RI)