JAKARTA – Penerapan harga patokan (ceiling price) dalam prosedur pembelian tenaga listrik dan harga patokan pembelian tenaga listrik proyek pembangkit tenaga listrik 35 ribu megawatt (MW) merupakan upaya pemerintah menghindari kegagalan yang terjadi pada proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik (fast track programme/FTP) tahap I dan II.

Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 mengatur tentang prosedur pembelian tenaga listrik dan harga patokan pembelian tenaga listrik melalui pemilihan langsung dan penunjukan langsung.

Permen itu menetapkan mengenai ceiling price, dimana jika harga sudah masuk dalam ceiling price, maka bisa langsung dilakukan kerja sama tanpa harus melewati persetujuan lagi dari menteri. Permen tersebut juga mensyaratkan uji tuntas atas kemampuan teknis dan finansial pengembang untuk menjaga supaya pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik berjalan lancar.

“Ini juga untuk menghindari kegagalan seperti pada FTP I dan II yang memenangkan lelang berdasarkan harga terendah,” kata dia di Jakarta, Selasa.

Menurut Jarman, pemerintah telah mengeluarkan regulasi untuk mendorong percepatan pembangunan ketenagalistrikan. Di awal 2015, selain mengeluarkan Permen Nomor 3 Tahun 2015, Kementerian ESDM juga menerbitkan Permen ESDM Nomor 1/2015.

Permen Nomor 1/2015 menyebutkan antar pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang memiliki wilayah usaha yang telah beroperasi, dapat bekerja sama secara langsung dan tidak memerlukan izin usaha penyediaan tenaga listrik yang baru.

Jarman mengungkapkan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan juga sudah mengurangi perizinan. Sebagian besar perizinan di bidang ketenagalistrikan kini diserahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Selain itu, untuk masalah pembebasan lahan, sudah ada Undang-Undang Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“PLTU Batang yang awalnya lama terkendala pembebasan lahan–lebih dari tiga tahun tapi kini lahan di sana sudah mulai dibebaskan,” kata Jarman.

Fokus Transmisi

Jarman mengatakan program 35 ribu MW diperkirakan menelan biaya hingga Rp 1.100 triliun. Dengan kebutuhan dana yang sangat besar maka sangat sulit jika diserahkan ke PLN. Oleh karena itu, PLN hanya mendapat porsi 25% dalam program 35 ribu MW, sementara 75% akan diserahkan ke perusahaan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).

“Pemerintah meminta PLN untuk lebih fokus membangun jaringan transmisi listrik. Transmisi ini sangat penting dan harus dikontrol oleh pemerintah,” tandas Jarman.(AT)