JAKARTA – Setelah menyepakati tiga poin, pemerintah dan Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat membahas perhitungan nilai saham yang akan didivestasi PT Freeport Indonesia.

Fahmi Radhi, Dosen Universitas Gajah Mada (UGM), mengatakan kendati pemerintah sudah berhasil dalam perundingan dengan Freeport, untuk mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK), dengan ketiga syarat yakni membangun smelter, divestasi 51% saham,  dan tax rezime, tetapi mekanisme dan metode penetapan harga divestasi saham masih harus dirundingkan.

Pemerintah mengusulkan penetapan harga saham Freeport ditetapkan berdasarkan perhitungan aset dan cadangan hingga 2021. Disisi lain,  Freeport menghendaki penetapan harga saham yang memperhitungkan asset dan cadangan hingga 2041.

“Di tengah perbedaan dalam penetapan harga saham, Menteri ESDM Ignasius Jonan menghitung harga saham dengan pengunaan dasar yang berbeda,” kata Fahmi kepada Dunia Energi, Rabu (25/10).

Menurut Fahmi, dalam penetapan harga saham, Menteri ESDM tidak memasukan variabel aset dan cadangan. Penetapan harga berdasarkan fair market price yang didasarkan pada nilai kapitalisasi pasar saham Freeport McMoran (FCX) di bursa New York, dan kontribusi keuntungan Freeport Indonesia terhadap induk perusahaan.

Menteri ESDM memperkirakan nilai kapitalisasi pasar FCX senilai US$ 20,74 miliar pada saat penutupan perdagangan pada  Senin, , 9 Oktober 2017. Sedangkan, kontribusi keuntungan Freeport Indonesia dalam 5 hingga 10 tahun terakhir diperkirakan rata-rata sebesar 40%.

Dengan perhitungan tersebut, Jonan memperkirakan nilai 100% saham Freeport Indonesia sebesar US$ 8,01 atau sekitar Rp 108 triliun. Untuk mendapatkan 41,36% saham, Jonan memperkirakan harganya sebesar US$ 3,31  miliar atau setara Rp. 44,67  triliun.

“Untuk mencapai hasil perundingan yang win-win solution, hasil perhitungan Jonan dalam penetapan harga saham dapat ditawarkan kepada Freeport sebagai salah satu opsi jalan tengah. Kalau ternyata Freeport masih juga menolak opsi perhitungan tersebut, pemerintah sebaiknya memutuskan untuk memilih opsi mengambil alih Freeport pada 2021, pada saat kontrak karya berakhir,” tegas Fahmi.

Dadan Kusdiana, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah hingga saat inI terus menggelar perundingan dengan Freeport Indonesia.
“Perundingan masih berjalan. Pada saatnya pemerintah akan menyampaikan penjelasan,” tandas Dadan.(RA)