JAKARTA – Penggunaan gas terus didorong penggunaannya untuk bisa menggantikan penggunaan minyak bumi. Hal ini sebagai akibat dari terus anjloknya produksi minyak bumi sementara produksi gas stabil dan cenderung terus meningkat.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui kondisi produksi minyak terus menurun. Hal ini disebabkan dalam beberapa tahun terakhir tidak ditemukan cadangan minyak baru. Produksi minyak saat ini hanya mengandalkan lapangan-lapangan tua yang memiliki penurunan produksi secara alami (decline) cukup tinggi.

Hasilnya, realisasi produksi siap jual (lifting) minyak bumi 2017 hanya 803.800 barel per hari (bph) dari target 815 ribu bph.

Disisi lain, produksi gas lebih baik. Bahkan dalam beberapa tahun ke depan produksi gas dipastikan akan meningkat seiring dengan penemuan beberapa cadangan gas besar.

“Blok Kasuri gas bukan, Marakesh juga gas, Masela, Jangkrik juga gas, gas semua. Oil kemana, belum ketemu. Kita andalkan gas akan naik, oil kemungkinan turun,” kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (8/1).

Seiring kondisi tersebut mau tidak mau penggunaan gas harus ditingkatkan. Data lifting gas sepanjang 2017 mencapai 6.386 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dengan target 6.440 (MMSCFD).

Pemanfaatan gas bumi sebenarnya sudah baik. Ini ditunjukkan masih mendominasinya sektor industri dalam penggunaan gas, yakni 25,24% dari produksi atau sekitar 1.550,6 MMSCFD. Alokasi kedua terbesar adalah ekspor dalam bentuk gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) sebesar 1.545,4 MMSCFD.

Alokasi terbesar berikutnya adalah didistribusikan untuk sektor ketenagalistrikan dengan persentase 15,12% atau 929,3 MMSCFD yang diikuti dengan ekspor gas pipa persentase 13,06% atau 802,5 MMSCFD dan pupuk sebesar 11,37% atau 689,7 MMSCFD. Sementara sisanya didistribusikan untuk LNG domestik, lifting minyak, LPG domestik, BBG dan jaringan gas.

Dalam target bauran energi yang ditetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), saat ini penggunaan minyak bumi masih mendominasi yakni 46% dan gas baru 23%. Namun pada 2050 penggunaan minyak bumi diproyeksikan hanya 20% dan gas bumi menjadi 24%

Namun menurut Arcandra untuk langsung merubah penggunaannya tidak akan mudah, karena minyak bumi dipastikan masih dibutuhkan. Untuk itu pemerintah juga tidak akan sungkan untuk menambah impor minyak jika masih dibutuhkan.

“Sesuai dengan kebutuhan (impor). Kebutuhan kita meningkat terus, tapi (produksi) oil turun. Kalau dibutuhkan impor ya impor,” tegas dia.

Selain impor, upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi adalah melalui penemuan cadangan minyak baru sekaligus mendorong metode Enhance Oil Recovery (EOR).

Arcandra mengatakan efek EOR tidak akan langsung didapatkan. Paling tidak dalam 5-7 tahun ke depan sudah bisa dirasakan dengan produksi minyak lebih stabil.

“Oil kemungkinan turun dan kami tahan dengan EOR. Itu pun butuh waktu juga 5-10 tahun, kalau lakukan EOR sekarang efeknya kapan, 5-7 tahun,” kata Arcandra.(RI)