JAKARTA – Pencopotan direktur utama dan wakil direktur utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang pada Jumat (3/2) masih menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya, pembentukan wakil direktur utama yang diajukan dewan komisaris Pertamina yang justru menjadi awal timbulnya pertentangan dan ketidakcocokan di antara direktur utama dan wakilnya.

“Pertentangan tersebut dijadikan alasan untuk mencopot dirut dan wakil dirut. Setelah Dwi Soetjipto dicopot, keberadaan wakil dirut tidak dibutuhkan lagi, sehingga dihapus, ” ujar Fahmi Radi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, kepada Dunia Energi.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Pertamina yang digelar di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), selain mencopot Dwi Sucipto dan Ahmad Bambang, RUPSLB juga menyetujui pengangkatan pelaksana tugas sementara direktur utama, Yenni Andayani untuk masa 30 hari. Selain itu juga telah memutuskan menghilangkan jabatan wadirut dalam struktur organisasi Pertamina.

“Penghapusan jabatan wadirut dari struktur organisasi dapat dikatakan secara sah dan meyakinkan bahwa Menteri BUMN dengan Dewan Komisaris Pertamina secara tegas telah mengakui salah membuat kebijakan perubahan struktur organisasi diusulkan oleh dewan komisaris Pertamina,” ungkap Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources.
Menurut Yusri, Presiden sebaiknya menugaskan penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Polri bersama BPK dan Menteri Keuangan untuk melakukan audit forensik atas kebijakan yang diusulkan dewan komisaris Pertamina dan disetujui Menteri BUMN yang telah merugikan negara.
Lima kilang Pertamina total berhenti beroperasi tanpa direncanakan pada 2 Desember 2016-15 Januari 2017 yang telah mengakibatkan Pertamina terpaksa mengimpor solar dipasar spot dengar harga lebih mahal daripada pengadaan terencana di Integrated Supply Chain (ISC). Serta kehilangan margin kilang akibat stop beroperasi dan adanya potensi membayar klaim penundaan (demurage loading) kapal pemasok minyak mentah di kilang.
“Presiden diharapkan juga meninjau posisi Menteri BUMN dan jajaran komisaris Pertamina yang telah gagal dan salah membuat kebijakan dalam menata dan mengendalikan dewan direksi Pertamina selama ini,” tandas Yusri.
Disisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat menilai langkah pemerintah melalui Kementerian BUMN merombak struktur jabatan di Pertamina sebagai keputusan terbaik untuk meredam berbagai isu negatif yang berkembang di masyarakat.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR, mengungkapkan penggantian jabatan dalam suatu organisasi atau perusahaan merupakan hal yang biasa terlepas dari apapun latar belakangnya, termasuk isu dualisme atau cekcok yang ada dipucuk pimpinan Pertamina. Langkah tersebut diharapkan bisa membuat Pertamina kembali kejalur yang seharusnya dalam menghadapi tantangan industri migas global. “Yang pasti kinerja Pertamina harus menjadi lebih baik,” kata Harry kepada Dunia Energi.

Hal senada diungkapkan Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR. Menurut dia, keputusan pencopotan dua direksi Pertamina merupakan respon pemerintah terhadap adanya dualisme dan kegaduhan di pucuk tertinggi perusahaan migas terbesar di Indonesia tersebut dengan mengambil tindakan tegas mencopot Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari posisi Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama Pertamina merupakan langkah tepat.

“Karena ketidakharmonisan disebuah perusahaan negara sebesar Pertamina yang tugas utamanya juga memenuhi kebutuhan publik dalam hal energi seharusnya tidak terjadi. Keputusan pemerintah ini jalan terbaik,” tandas Inas.(RI)