JAKARTA –  Regulasi yang tidak jelas membuat penemuan cadangan minyak dan gas di Indonesia terus menurun. Bahkan dalam 15 tahun terakhir baru Blok Masela yang merupakan penemuan cadangan gas dalam jumlah besar.

Luhut Binsar Pandjaitan, Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan  tumpang tindihnya regulasi dalam pengelolaan migas di tanah air menjadi salah satu biang keladi mandeknya kegiatan eksplorasi dalam upaya penemuan cadangan baru.

“Terlalu banyak aturan tumpang tindih yang membuat kita mengikat sendiri. Misalnya, PP Nomor 79, orang tentu tidak mau eksplorasi di Indonesia, karena belum apa-apa sudah dipajaki dan tidak memberikan insentif kepada yang melakukan eksplorasi,” kata Luhut disela forum ketahanan energi nasional di Jakarta, Kamis (8/9).

Menurut Luhut, Indonesia sebenarnya kaya akan cadangan migas namun selama ini hanya terkonsentrasi di wilayah laut dangkal. Padahal meski memerlukan dana besar, potensi wilayah laut dalam justru jauh lebih besar.

Untuk itu perlu ada perubahan paradigma eksplorasi ke wilayah laut dalam. Karena perlu dana yang besar untuk eksplorasi maka dibutuhkan insentif dari pemerintah untuk mendukung upaya tersebut.

“Data yang ada kita cuma menguasai 3,6 miliar barel cadangan minyak. Padahal kalau dilihat potensi untuk laut dalam sangat besar. Itu costnya lebih tinggi karena satu well itu bisa sampai US$100 juta-US$125 juta. Kalau dry hole ini akan hilang. Ini kita harus kasih insentif, kalau tidak ada yang kasih insentif mana mau,” ungkap dia.

Menurut Luhut, insentif wajar diberikan karena kondisi saat ini tingkat pengembalian investasi (investment return rate/IRR) masih berkisar dibawah 15% yang tidak memberikan suasana kondusif bagi pelaku usaha.

“Kita tidak pernah melakukan sekarang dalam 2D seismik, karena itu saya ajak semua aset itu kerja sama lakukan eksplorasi untuk laut dalam,” tandas dia.(RI)