JAKARTA – Perkembangan energi baru terbarukan pada 2019 diproyeksi akan stagnan. Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporannya menyebut kondisi tersebut disebabkan masa pemilihan umum telah tiba. Harga listrik akan menjadi salah satu isu sentral dalam kampanye, akan sangat mungkin pemerintah akan berusaha untuk menjaga harga tetap rendah.

Kedua, meskipun Kementerian ESDM telah mengisyaratkan untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 pada tahun depan, belum ada pernyataan resmi mengenai hal ini. Demikian juga dengan ruang lingkup revisi Permen ini, karena kecenderungan menteri adalah untuk menjaga proses internal dan tidak transparan kepada publik atau pemangku kepentingan yang relevan. Berdasarkan revisi Peraturan Menteri ESDM No. 12/2017 jo 48/2017 dan kemudian menjadi Permen No. 50/2017, perubahan peraturan saat ini tidak mengarah untuk perbaikan iklim investasi swasta di bidang energi terbarukan.

Ketiga, mengingat kondisi politik pada  2019, sangat mungkin bahwa investor asing akan terus menunggu dan melihat hasil pemilihan dan arah kebijakan kabinet baru pada Oktober 2019.

“Kami mengantisipasi bahwa investasi terbarukan oleh sektor swasta akan mengalir di kuartal keempat tahun depan. Oleh karena itu, sebagian besar investasi tahun depan akan dilakukan oleh PLN dan BUMN lainnya,” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR di Jakarta, Rabu (19/12).

Laporan IESR juga memperkirakan proyek energi terbarukan seperti panas bumi, angin, matahari dan biomassa akan tetap stagnan hingga tahun depan. Pengembangan panas bumi akan terbatas pada kegiatan survei dan pra-eksplorasi untuk mengumpulkan data. Pengembangan proyek energi terbarukan akan terbatas sektor tertentu. PLTS atap (Solar PV) yang berpotensi untuk dikembangkan hingga 1 GWp per tahun akan tumbuh secara melambat terutama untuk pelanggan kalangan rumah tangga. Keluarnya Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018 telah menurunkan minat pelanggan PLN yang potensial khususnya perumahan dan industri.

“Pembangkit listrik tenaga angin utilitas juga akan melambat tahun depan, karena kerangka peraturan, masalah jaringan dan kesiapan PLN untuk mengatasi daya intermiten,” kata Fabby.(RA)