JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) segera mengeluarkan kebijakan baru yang mewajibkan  pembuatan kapal Floating Production Storage and Offloading (FPSO) di Indonesia.

Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas, menegaskan kapal-kapal FPSO yang awalnya direncanakan akan dibuat dan dikonversi di luar negeri, kini wajib untuk dibuat, dikonversi, dan dipelihara di dalam negeri.

“Aturan kebijakannya akan segera kami susun dan terbitkan,” ujar Amien.

Dia berharap melalui implementasi kebijakan ini, perusahaan-perusahaan pada industri perkapalan nasional dapat mengambil porsi paling besar dari kebutuhan kapal, khususnya FPSO yang diperlukan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi di hulu migas.

Lebih lanjut Amien mengungkapkan diperlukan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang professional untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Para penyedia dan pelaku bisnis perkapalan dan transportasi di lingkungan hulu migas diharapkan dapat meningkatkan integritas dan kredibilitasnya.

“Dengan demikian fasilitas perkapalan yang dibutuhkan oleh industri sektor hulu migas dapat lebih terjamin dari sisi kualitas, ketersediaan dan reliabilitasnya” tukasnya.

Saat ini, SKK Migas bersama kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS) mengelola dan mengoperasikan lebih kurang 620 kapal operasional yang dioperasikan secara jangka panjang, dan 80 kapal untuk proyek jangka pendek.

Dari 24 kapal fasilitas FSO dan FPSO, tujuh unit di antaranya milik negara yang dikelola SKK Migas. Pengelolaan dan pengoperasian FPSO menyerap dana sebesar US$820 juta.(RI)