Hampir 60% kebutuhan LPG nasional dipenuhi dari impor.

JAKARTA – Pemerintah akan membantu PT Pertamina (Persero) untuk bisa segera merealisasikan kerja sama di bisnis LPG dengan Sonatrach,  perusahaan negara Aljazair. Pemerintah turun tangan agar harga LPG yang didapat lebih murah karena tidak memerlukan pihak ketiga dan transaksi bisa langsung.

“Skemanya tetap business to business, tapi government to government  pemerintah membantu semaksimal mungkin.  Dengan negosiasi secara langsung, kita bisa dapatkan harga yang lebih murah,” ungkap Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (13/3).

Aljazair merupakan salah satu produsen LPG terbesar di dunia dengan rata-rata produksi LPG sebesar 10 juta per tahun (metrik ton per annum/MTPA).

Disisi lain, Pertamina memperkirakan akan ada kenaikan konsumsi LPG nasional rata-rata 5% per tahun.

Pada 2017, sekitar 6,3 juta metrik ton (MT) LPG disalurkan Pertamina untuk LPG PSO atau penugasan. Padahal kuota yang diterapkan pemerintah hanya 6,199 juta MT dan pada tahun ini prediksi menjadi 6,7 juta MT.

Selama ini 60% dari kebutuhan LPG masih dipenuhi dari luar negeri melalui impor. Sisanya sekitar 40% dipenuhi dari fasilitas pengolahan di dalam negeri.

Menurut Arcandra, dengan campur tangan antar pemerintahan, peluang Pertamina menjadi besar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan kondisi sekarang yang harus bertransaksi dengan pihak ketiga.

“Karena ini langsung dengan Sonatrach jadi tidak pakai pihak ketiga. Kami dorong agar pemerintah mereka bisa membantu, sehingga kita bisa dapat harga yang murah,” tandas Arcandra.(RI)