JAKARTA – Pemerintah dianggap tidak berdaya terhadap PT Freeport Indonesia,  anak usaha Freeport-McMoRan Inc yang tidak menunjukan komitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelte) tembaga. Tanpa ada kemajuan pembangunan smelter, pemerintah justru terus memberikan izin ekspor konsentrat.

“Belum ada kejelasan negosiasi, tapi berbagai keistimewaan diberikan kepada Freeport. Intinya pemerintah takluk, tidak berkutik mengikuti kehendak Freeport,” kata Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, kepada Dunia Energi, Selasa (20/2).

Redi mengatakan, berbagai isu kewajiban Freeport seperti pembangunan smelter dan divestasi saham hingga saat ini tidak kunjung diselesaikan. “Kesepakatannya dengan pemerintah, namun pemerintah malah memberikan kemewahan izin  ekspor jutaan ton,” kata dia.

Menurut Redi, pemerintah tidak punya kehendak yang kuat untuk memastikan kepentingan nasional yang lebih besar. Padahal, sejak 2014 pemerintah menjalankan pemerintahan, namun kesepakatan atas isu-isu krusial mengenai kepentingan nasional Indonesia terhadap Freeport cenderung jalan di tempat.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan rekomendasi  persetujuan ekspor kepada Freeport Indonesia untuk periode 15 Februari 2018 – 15 Februari 2019. Freeport mendapat rekomendasi  ekspor dengan volume sebesar 1.247.866 wet metrik ton, dari permohonan 1.663.916 wet metrik ton.

“Tidak ada satupun capaian pemerintah terhadap negosiasi dengan Freeport,” tandas Redi.(RA)