JAKARTA – Pemerintah menetapkan harga mineral acuan (HMA) untuk 20 jenis mineral logam periode Oktober 2017. Harga mineral acuan akan menjadi salah satu variabel dalam menentukan harga patokan mineral (HPM).

“Di pasal 6 Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2017, HMA menjadi salah satu variabel untuk menentukan HPM. Variabel penentuan HPM logam lainnya adalah nilai atau kadar mineral logam, konstanta, corrective factor, treatment cost, refining charges, dan payable metal,” ujar Dadan Kusdiana, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (10/10).

Penetapan HMA tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 3612 K/32/MEM/2017. Kepmen ditandatangani Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 4 Oktober 2017.

Menurut Dadan, besaran HMA ditetapkan oleh Menteri ESDM setiap bulan dan mengacu pada publikasi harga mineral logam pada index dunia.

“Besaran HMA ini mengacu pada publikasi harga Mineral Logam yang dikeluarkan, antara lain oleh London Metal Exchange, London Bullion Market Association, Asian Metal dan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX)”, ungkap Dadan.

Harga mineral acuan logam untuk Oktober 2017 adalah nikel US$ 11.582,38 per dry metrik ton (dmt), kobalt US$ 60.780,95 per dmt, timbal US$ 2.331,40 per dmt, seng US$ 3.107,36 per dmt, aluminium US$ 2.086,95 per dmt, tembaga US$ 6.668,95 per dmt, emas sebagai mineral ikutan US$ 1.316,71 per dmt dan perak sebagai mineral ikutan US$ 17,52 per dmt. Untuk Igot timah pb 300, 100, 050 dan igot timah 4 nine ditetapkan sesuai harga igot timah yang dipublikasikan ICDX pada hari penjualan.

Menurut Dadan, besaran HMA ditetapkan Menteri ESDM setiap bulan. Sementara, formula HPM logam dapat ditinjau kembali secara berkala setiap enam bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, sebelumnya mengatakan penetapan HPM dihitung berdasarkan formulasi harga.

“Oktober kami akan terbitkan implementasi patokan harga mineral, supaya tidak saling tekan-menekan,” kata Bambang.

Bambang menambahkan formulasi harga akan terdiri dari harga acuan global. Namun demikian, persentase untuk tiap HPM logam akan berbeda satu dengan yang lain.

HPM akan menjadi acuan sehingga perusahaan tambang tidak menjual dengan harga yang lebih tinggi sebaliknya pengusaha smelter tidak membeli dengan harga dibawah harga pasar. Dalam hal ini pemerintah tidak ingin salah satu pihak lebih unggul dari pihak lain dalam menentukan harga komoditas.(AT)