JAKARTA – Pemerintah menegaskan kebijakan sektor pertambangan sudah didasarkan atas berbagai pertimbangan. Bahkan, cenderung fleksibel untuk mengakomodir keinginan pelaku usaha.

“Sebetulnya, tidak ada yang salah dengan kebijakan kita (pemerintah). Pemerintah sekarang sudah beda. Jangan khawatir, pemerintah tidak akan mematikan perusahaan,” kata
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta.

Bambang mengatakan pemberian izin ekspor mineral mentah sudah melalui kajian yang baik. Izin ekspor tidak hanya berlaku untuk mineral konsentrat, namun juga nikel dan bauksit.

“Kita lakukan ini bukan hanya untuk Freeport, namun semuanya. Target pemerintah adalah bagaimana hilirisasi tercapai. Bukan hanya konsentrat yang mendapat izin ekspor, nikel dan bauksit juga diizinkan tapi syaratnya ketat. Jadi, bukan hanya Freeport yang dapat manfaat,” ungkap dia.

Menurut Bambang, pemerintah tetap mengusung amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengenai syarat pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter). PT Freeport Indonesia juga diminta untuk menyelesaikan pembangunan smelter konsentrat.

“Yang punya tambang besar (Freeport) harusnya membangun smelter, integrated. Dengan pertimbangan-pertimbangan itu, pemerintah memberi kesempatan 5 tahun lagi. Memang Smelting Gresik dibangun, tapi hanya 25 persen, hanya sekitar 1 juta ton. Kami minta ke mereka untuk diselesaikan,” kata dia.

Bambang belum mau memastikan apakah anak usaha Freeport McMoran Inc itu bakal mendapat perpanjangan kontrak. Mengenai perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), juga merupakan suatu pilihan yang ditawarkan oleh pemerintah.

Dia menambahkan Freeport mempunyai kesempatan perpanjangan dua kali. Diperpanjang atau tidak, pemerintah akan mengikuti aturan yang ada.

“Di kontrak disebutkan, mereka diberi hak untuk ajukan perpanjangan. IUPK itu pilihan, kalau mau ekspor konsentrat ya berubah ke IUPK. Kalau tetap mau KK, ya silahkan. Tetap bisa ekspor, asal dimurnikan. Contohnya Vale, Nusa Halmahera, mereka tetap menjadi KK, karena produk mereka sudah dimurnikan di dalam negeri,” tandas Bambang.(RA)