JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum juga memberikan persetujuan penyesuaian harga BBM yang diajukan PT Shell Indonesia. Janji untuk memberikan persetujuan dua minggu sejak pengajuan penyesuaian harga tidak terealisasi. Bahkan masih harus menunggu revisi regulasi.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah masih membutuhkan waktu sebelum mengambil keputusan menyetujui atau tidak rencana kenaikan harga BBM yang diajukan Shell. Bahkan Shell harus menunggu revisi Peraturan Presiden 191 Tahun 2014.

Djoko tidak mau menjabarkan alasan pasti pemerintah masih menunda perubahan harga BBM non subsidi dari Shell. Pengajuan perubahan sendiri wajar dilakukan lantaran harga minyak dunia terus menguat, bahkan hingga mendekati level US$80 per barel.

“Dipending dulu, kan masih dua minggu ini. Tunggu Perpres ( Perpres 191/2014),” kata Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (22/5).

Perpres 191 merupakan regulasi yang mengatur kewajiban PT Pertamina (Persero) untuk mendistribusikan BBM khusus penugasan atau premium di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Jawa Madura Bali (Jamali).

Untuk ketentuan BBM nonsubsidi diatur dalam Permen ESDM Nomor 21/2018 sebagai revisi dari Permen ESDM No 39/2014.

Dalam beleid terbaru itu, tidak hanya Pertamina sebagai badan usaha milik negara, akan tetapi seluruh badan usaha yang memiliki izin usaha niaga diwajibkan mendapatkan persetujuan dari Kementerian ESDM terlebih dulu jika mau melakukan perubahan harga BBM yang dijualnya.

Shell sendiri tercatat sebagai badan usaha pertama yang mengajukan usulan perubahan harga kepada pemerintah.

Badan usaha diminta tidak khawatir dengan penerapan beleid ini karena keuntungan badan usaha masih dijamin.

Dalam pasal 4 ayat 1 perhitungan harga jual eceran jenis BBM umum di titik serah untuk setiap liter ditetapkan badan usaha dengan harga tertinggi ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10% dari harga dasar.

“Kalau profit tidak lebih dari 10%, ya disetujui (kenaikan harga BBM),” ungkap Djoko.

Badan usaha lainnya yakni Pertamina masih sebatas melakukan kajian internal. Pemerintah sebelumnya sudah menyampaikan mengenai rencana perusahaan untuk mengajukan perubahan harga BBM nonsubsidi, namun saat ini kajian internal masih dilakukan. ” Masih konsolidasi internal Pertamina,” tandas Djoko.(RI)