JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi pembentukan perusahaan patungan yang akan menyerap alokasi gas pipa dari Blok Masela yang dikembangkan Inpex Corporation.

Muhammad Khayam, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, mengungkapkan ada lima perusahaan gabungan dari perusahaan negara (BUMN) dan perusahaan swasta yang akan bekerja sama membentuk perusahaan join venture (JV), sehingga lebih efisien dari sisi investasi penyerapan gas Masela untuk pengembangan industri petrokimia.

Selain itu, Inpex juga menginginkan adanya kepastian penyerapan gas melalui penandatanganan komitmen dengan perusahaan patungan yang nantinya akan menyerap gas pipa pada tahun ini.

“Komitmen itu dibatasi waktu kira-kira Juli 2017. Itu dari pihak Inpex yang minta,” kata Khayam di Jakarta.

Perusahaan patungan yang nantinya akan menyerap gas pipa dari Blok Masela adalah PT Pupuk Indonesia, Elsoro Multi Prima Kalimantan Metanol Indonesia (KMI)/Sojitz, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) serta PT Pertamina (Persero).

Pertamina berminat untuk menyerap gas pipa dari Masela sebanyak 200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Keikutsertaan Pertamina menjadi salah satu usulan pemerintah untuk bisa mendorong perusahaan migas berpelat merah itu mendukung pengembangan industri petrokimia dan memenuhi kebutuhan LPG nasional.

“Untuk LPG juga bisa, sehingga bisa mengurangi impor. Bahan bakunya kita punya, ini kan bagus,” kata Khayam.

Pupuk Indonesia nantinya akan bertindak sebagai lead konsorsium di perusahaan konsorsium. Hal ini sesuai dengan aturan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Mibyak dan Gas (SKK Migas), sehingga tidak perlu lagi dilakukan tender secara terbuka karena perusahaan negara yang akan dominan dalam perusahaan patungan.

Selain itu, Pupuk Indonesia juga dinilai mampu mengolah gas untuk menjadi menthanol yang dibutuhkan sebagai bahan baku industri lain.

Suhat Wiharso, Vice Chairman Asosiasi Industri Plastik dan Olefin Indonesia, mengatakan usulan penyerapan gas Masela juga sudah disampaikan opara pelaku usaha petrokimia di tanah air.

“Kita memang usulkan Pupuk Indonesia karena mereka mempunyai pengalaman untuk membuat methanol. Setelah jadi methanol nanti kita masuk petrokimia,” katanya.

Menurut Suhat, alokasi yang direkomendasikan para pelaku usaha adalah agar sebanyak 240 MMSCFD gas Masela bisa diolah untuk industri petrokimia. Hal itu dinilai sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan karena dengan kapasitas sebesar itu akan mampu menghasilkan sekitar dua juta ton methanol

“Kita proposenya 240 MMSCFD untuk petrokimia menjadi dua juta ton methanol. Nanti dari dua juta methanol, bisa kita rubah untuk olefinnya saja menjadi 800 ton,” katanya.

Suhat mengatakan penggunaan gas untuk petrokimia akan lebih bermanfaat dibanding dijadikan bahan bakar karena menghasilkan multiplier effect lebih besar. Ini bisa dilihat dengan perbandingan jika gas dijadikan bahan bakar harga jualnya hanya sekitar US$ 480 per ton, sementara jika gas diolah menjadi bahan baku petrokimia harganya bisa mencapai tiga kali lipat.

“Kalau masuk ke petrokimia jadi polypropylene, harganya bisa mencapai US$ 1.400 per ton, jauh lebih banyak,” tandas Suhat.(RI)