MATARAM – Dalam mengimplementasikan regulasi tentang Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan Kapasitas Sampai Dengan 10 MW oleh PT PLN (Persero), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatur ulang mekanisme pembelian pembangkit listrik dari tenaga air (PLTA) di wilayah Nusa Tenggara Barat. Hal ini menjadi pokok bahasan dalam kegiatan Harmonisasi Kebijakan sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2015 di Senggigi, Lombok, Senin (7/12).

Mekanisme perubahan yang paling nyata adalah proses perizinan yang harus langsung ditujukan kepada Menteri ESDM melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi ( Ditjen EBTKE). “Badan usaha yang berminat dengan pembangkit listrik tenaga air harus menyampaikan izin ke Menteri,” jelas Abdi Dharma Saragih, Kepala Sub Direktorat Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT Ditjen EBTKE.

Selain itu, Permen tersebut juga mengatur penetapan tarif pembelian dari PLTA dengan memperhatikan tegangan jaringan listrik PT PLN (Persero) sesuai yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat 1. Sehingga, setiap Izin Usaha Pembangkit Listrik (IUPL) yang keluar harus mendapatkan persetujuan dari pihak PT. PLN (Persero). Sejalan dengan Abdi Dharma, Yeni Racmawati Kepala Seksi Pelayanan Usaha Tenaga Listrik Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM menepis bahwa anggapan bahwa investor asing lebih mendapatkan porsi yang lebih besar terkait mekanisme pembelian tersebut. “Ada rekomendasi dari PLN terkait proses perpanjangan izin usaha,” ujar Yeni.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sendiri telah melakukan survei awal. Meski demikian, Pemerintah daerah setempat terus melakukan kajian lebih lanjut terkait lokasi yang harus ditentukan dalam pengembangan listrik tenaga air. “Betul, izin listrik diatur pemerintah pusat. Semoga permen ini memberi kepastian pembelian listrik menjadi lebih pasti sehingga menarik para investor di NTB,” jelas I Gede Tatar Suryana, Kepala Bidang Energi Dinas Pertambangan dan Energi NTB. Hal ini akan mendorong peningkatan rasio elektrifikasi di NTB yang tergolong masih rendah, yakni 71,3% dibanding provinsi-provinsi di Wilayah Barat.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB  Muhammad Husni menyampaikan bahwa pengembangan listrik tenaga air di NTB dianggap cukup potensial dengan adanya sejumlah sungai beraliran pendek meski dibawah 10 MW.  Namun di sisi lain, Husni juga menerangkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi agar masyarakat terbiasa dengan energi terbarukan.(LH)