JAKARTA – Pemerintah akhirnya secara resmi memutuskan untuk mengubah skema pembangunan kilang Bontang di Kalimantan Timur menjadi penugasan kepada PT Pertamina (Persero) dari sebelumnya kerja sama penugasan badan usaha (KPBU). Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber dan Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah sudah secara resmi menyerah surat penugasan ke Pertamina. “Kilang Bontang penugasan sudah fix. Kita ingin cepat,” tegas Arcandra saat berdiskusi dengan media di Kementerian ESDM, Jumat (16/12).

Dengan adanya perubahan skema penugasan maka diharapkan percepatan pembangunan kilang Bontang bisa dipercepat prosesnya, terutama untuk pemilihan mitra Pertamina.

Kilang Bontang sebelumnya direncanankan akan dibangun melalui skema KPBU. International Finance Corporation (IFC) ditunjuk pemerintah untuk melakukan kajian dalam pemilihan mitra Pertamina. Tanda-tanda perubahan skema pembangunan kilang sebenarnya sudah terlihat sejak beberapa waktu lalu saat IFC memutuskan mundur sebagai konsultan

Menurut Arcandra, dengan menggunakan skema penugasan, Pertamina bisa memilih mitra dengan waktu kurang dari satu tahun. Ini berbeda dengan skema KPBU yang membutuhkan waktu lebih lama.
“KPBU lama proses komersialisasinya. Kalau KPBU bisa memakan waktu 24 bulan dalam memilih partner. Kalau dengan penugasan itu paling 6-8 bulan,” tukas dia.

Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 7935 K/10/MEM/2016 pemerintah menetapkan kapasitas kilang minyak Bontang sebesar 300 ribu barel per hari (bph). Dari kapasitas tersebut, diharapkan dapat diproduksikan bensin minimal sebanyak 60 ribu bph dan solar dengan dengan produksi minimal 124 ribu bph dengan standar minimal Euro IV.

Arcandra berharap apa yang dilakukan Pertamina dalam mengakselerasi pembangunan kilang Tuban bisa ditiru di kilang Bontang. “Kalau kita melihat kebutuhan sebaiknya penugasan ini sesuai dengan arahan bapak Presiden,” ungkap dia.
Pemerintah meyakini keuangan Pertamina tidak akan terganggu dengan adanya keputusan penugasan pembangunan kilang Bontang. Pada dasarnya meski mendapatkan tugas baru untuk membangun kilang, Pertamina tidak diharuskan memiliki mayoritas saham di kilang nantinya.

“Kalau penugasan artinya bukan berarti Pertamina menanggung semua dana. Mereka bisa terlibat semampunya lalu bekerja sama dengan investor,” ungkap Arcandra.

Rachmad Hardadi, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, mengatakan kilang Bontang akan berdampingan dengan fasilitas Kilang LNG Bontang yang dioperasikan PT Badak NGL dan telah tersedia lahan yang akan menjadi lokasi kilang. Selain ketersediaan lahan yang sangat krusial, beberapa fasilitas dan infrastruktur pendukung operasi kilang LNG, seperti 21 unit boiler kualitas tinggi, pembangkit listrik, tangki penyimpanan, dan fasilitas umum lainnya dapat digunakan untuk mendukung pengoperasian kilang Bontang nantinya.

“Dari sisi lahan yang saat ini sangat krusial dalam pelaksanaan proyek, kami tidak perlu lagi melakukan pengadaan dan itu dapat menghemat waktu. Beberapa fasilitas berkelas dunia yang sekarang digunakan untuk Kilang LNG Bontang juga dapat dukung proyek kilang BBM, sehingga pembangunan NGRR Bontang tidak perlu dimulai dari nol,” ungkap Rachmad dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia Energi.

Dengan penugasan ini, pemilihan mitra pembangunan kilang ditargetkan dipercepat menjadi akhir 2017. Pertamina juga segera mempersiapkan bankable feasibility study (BFS) yang juga ditarget selesai pada 2017. Dan dilanjutkan dengan penyiapan lahan pada 2018, sehingga pekerjaan fisik NGRR Bontang bisa dimulai tepat waktu pada akhir 2019 dan selesai pertengahan 2023.(RI)