JAKARTA – Pemerintah meminta persetujuan Komisi VII DPR untuk bisa menjual kapal Floating Storage Unit (FSO) Ardjuna Sakti. Keberadaan kapal seberat 65 ribu ton yang sudah tidak digunakan tersebut dianggap membebani keuangan negara karena biaya perawatan yang mencapai Rp 7,8 miliar per tahun yang sebagian besar diperuntukan untuk biaya sandar kapal di PT Krakatau Bandar Samudera, Cigading, Banten.

Isa Rachmatarwata, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan,  mengatakan Ardjuna Sakti saat ini sudah tidak digunakan dan sudah dinyatakan sebagai barang milik negara dan dikelola Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), namun saat ini sudah dalam kondisi rusak dan tidak digunakan. Masalahnya,  biaya perawatan dan sandar masih membebani keuangan negara.

Pemerintah pun mengusulkan agar FSO Ardjuna untuk dihapus dengan cara dijual melalui cara lelang. Nilai perolehan aset diperkirakan mencapai Rp 491,7 miliar atau diatas Rp 100 miliar, maka menurut regulasi yang ada pelelangannya harus melalui persetujuan DPR.

“Untuk penghapusan barang milik negara semacam ini, penjenjangannya adalah harus mendapat persetujuan dari DPR. Presiden sudah menyampaikan permohonan untuk persetujuan penghapusan barang milik negara ini pada Mei 2016,” kata Isa disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (9/10).

Isa menjelaskan penghapusan dalam bentuk lelang yang bisa dilakukan secara keseluruhan, jika dianggap masih bisa digunakan walaupun tidak secara sempurna, dan ada yang masih berminat untuk menggunakannya.

“Tetapi dalam banyak kasus, pelelangan ini sudah dalam bentuk scrap, artinya limbah padat dan sebagainya. Ini yang biasanya terjadi pada penyelesaian barang-barang eks-KKKS,” ungkap dia.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengungkapkan Ardjuna Sakti harus segera dijual karena jika tidak hanya akan memberikan beban tambahan ke negara. Apalagi kondisi kapal yang awalnya
berfungsi sebagai storage LPG ini sudah korosi. Selain itu setelah dihitung nilai penjualan kapal jika tidak segera dijual akan terus menyusut.

“FSO Ardjuna Sakti di dermaga PT KBS itu Rp 7,8 miliar setahun. Padahal kalau nilai wajar, ini yang 2011. Ini tergantung harga baja juga nilainya berapa per ton, itu saya kira di 2011 harga bajanya mungkin lebih tinggi dari hari ini. Itu nilainya Rp 32,9 miliar. Jadi ini kalau disandarkan 4 tahun, habis nilainya,” ungkap Jonan.

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR,  menyatakan tahun lalu sudah ada pengajuan pelelangan, bahkan komisi VII sudah meninjau ke FSO. Namun persetujuan belum diberikan karena ada tumpamg tindih disposisi kewenangan persetujuan antar komisi.

Dia pun berjanji akan segera membahas hal ini dengan pimpinan komisi untuk bisa segera diputuskan langkah selanjutnya.

“Tapi memang surat pimpinan dewan itu ditugaskan ke komisi VI, VII dan XI.  Concern kita ini barang milik negara yang hari ini masih ada nilainya nanti akan susut terus. Apalagi ada biaya yang dikeluarkan. Statusnya yang sudah di BMN itu diinventarisir. Status barang harus jelas dulu,” tandas Gus Irawan. (RI)