JAKARTA – Sekitar tiga tahun berlalu sejak pertama kali dicanangkan, proyek  pembangunan kilang baru maupun revitalisasi kilang eksisting yang ditugaskan ke PT Pertamina (Persero) belum juga menampakkan hasil. Pembangunan kilang yang tersendat menyebabkan pembangunan beberapa sektor menjadi terpengaruh, seperti sektor petrochemical atau petrokimia.

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan industri petrokimia adalah satu dari tiga kelompok industri yang jadi tulang punggung pembangunan ekonomi bangsa. Sayang pengembangan yang dipercayakan ke Pertamina masih lamban.

“Untuk mengembangkan petrokimia, Pertamina kami bawa. Kerja sama dengan perusahaan besarnya Rusia, Arab Saudi, tapi luar biasa lama prosesnnya,” kata Darmin di sela Pertamina Energy Forum, Rabu (28/11).

Pertamina telah menggandeng partner dalam pembangunan Kilang Tuban dan pengembangan Kilang Cilacap. Untuk Tuban, partnernya adalah Rosneft asal Rusia. Untuk Kilang Cilacap, Pertamina menggandeng raksasa minyak asal Timur Tengah, Saudi Aramco

Montty Girianna, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi,Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian, megakui perundingan atau negosiasi kerja sama antara Pertamina dan para partner berjalan alot. Apalagi ditambah dengan berbagai persoalan ditingkat daerah terkait dengan kesiapan lahan dan sarana penunjang lainnya.

“Partnernya juga susah diajak kerja sama, banyak item-item yang harus dibereskan bareng-bareng,” ungkap Dia.

Montty memastikan kerja sama tetap berjalan dan komitmen para partner juga tetap tinggi. Pemerintah sudah cukup banyak memberikan berbagai fasilitas untuk mengakomodir kerja sama ataupun dalam rangka mendorong pembangunan kilang. Misalnya, fasilitas pembebasan pajak dalam periode tertentu (tax holiday) yang akan berdampak signifikan terhadap keekonomian proyek.

Seiring perombakan manajemen baru di Pertamina, pemerintah berharap proses negosiasi bisa dipercepat. Jika dilihat dari kesiapan setelah Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap seharusnya bisa jadi proyek selanjutnya yang memasuki tahap persiapan pengerjaan fisik.

Montty menegaskan Pertamina dan partner harus sudah memulai Front End Engineering Design (FEED) Kilang Cilacap pada 2019.

“Cilacap dengan Aramco ada tax holiday, sudah dikasih insentif. Lahan beres, sekarang business to business saja sama Pertamina. FEED harus tahun depan,” kata Montty.

Kilang Tuban merupakan kilang baru dengan kapasitas 300 ribu barel per hari. Kilang akan dikelola Pertamina-Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), perusahaan patungan yang dibentuk oleh Pertamina dan Rosneft.

Kilang Tuban akan mampu menghasilkan berbagai produk BBM seperti gasoline sebesar 80 ribu barel per hari, Solar 99 ribu barel per hari, dan Avtur 26 ribu barel per hari.

Untuk produk baru petrokimia adalah polipropilen 1,3 juta ton per tahun, polietilen 0,65 juta ton per tahun, stirena 0,5 juta ton per tahun dan paraksilen 1,3 juta ton per tahun.

Di kilang Cilacap Pertamina memiliki saham mayoritas 55% dan Saudi Aramco menguasai 45%. Pembagian tersebut sudah sesuai dengan kesepakatan kedua perusahaan dalam head of agreement yang ditandatangani akhir 2015.

Jika sudah selesai terbangun, kilang Cilacap akan mampu menghasilkan produk seperti gasoline lube oil dan petrokimia. Dengan rincian gasoline sebesar 80 ribu barel per hari (bph), minyak jenis diesel sebesar 60 ribu bph serta bahan bakar pesawat sebesar 60 ribu bph.

Selain kapasitas meningkat dari 358 ribu bph menjadi 400 ribu bph, kualitas pengolahan di Kilang Cilacap setelah direvitalisasi nantinya juga akan berkembang jauh dengan standar NCI menjadi 9,4 meningkat pesat dari sebelumnya yang hanya 4.(RI)