JAKARTA – Implementasi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan dinilai tidak akan mengalami kemajuan selama belum ada dukungan dari stakeholder, terutama kemauan pemerintah sebagai penentu kebijakan.

Saat ini investor EBT menemui tantangan berat untuk berinvestasi karena kebutuhan dana yang besar, namun keuntungan yang diharapkan justru tidak bisa langsung dirasakan.

Boediono, mantan Presiden Republik Indonesia, mengatakan dalam kondisi perekonomian sekarang investasi di sektor energi masa depan tidak akan terwujud tanpa ada dorongan para pemangku kebijakan, termasuk pengembangan EBT di Indonesia.

Sayangnya kondisi di Indonesia sekarang pengembangan EBT belum menjadi prioritas. Para pejabat negara lebih mementingkan kebijakan yang hanya berdampak jangka pendek.

“Mereka (para pejabat negara) cenderung memberi bobot lebih besar pada apa yang bisa diperoleh untuk partai mereka dalam pemilihan berikutnya daripada apa yang akan menguntungkan negara,” kata Boediono disela dalam paparannya di  International Energy Conference (IEC) 2017 di Jakarta, Kamis (30/11).

Hal tersebut yang membuat pengembangan EBT hanya akan berjalan ditempat tanpa ada kemajuan berarti.

Menurut wakil presiden di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu, pengembangan EBT adalah masalah yang tidak bisa dikesampingkan dan menjadi pekerjaan rumah besar dan harus segera dicarikan solusinya.

Data informasi Energi Amerika Serikat menyebutkan  kebutuhan energi pada masa yang akan datang dari posisi kebutuhan 2015 sebesar 575 quadrillion Btu menjadi 736 quadrillion Btu pada 2040 atau meningkat sebesar 28%.

Namun tanpa ada usaha ekstra, EBT masih akan sulit bersaing, karena dalam data tersebut diproyeksikan 77% dari total seluruh konsumsi energi masih akan dipenuhi dari energi fosil.

Pertumbuhan penambahan pemanfaatan EBT paling tinggi di antara energi lainnya yakni 2,3% per tahun, diikuti pertumbuhan penggunaan energi nuklir 1,5% per tahun. Namun energi fosil yang digunakan sebenarnya juga bergeser dari minyak dan batu bara menjadi gas bumi.

Boediono mengingatkan teknologi dengan sendirinya akan berkembang sehingga bukan menjadi penghalang pengembangan EBT. Hal ini bisa dilihat saat ini dengan  berbagai alat serta infrastruktur pengolahan energi dari  bio energi, air, angin, panas bumi, solar atau tenaga matahari bahkan arus laut.

Masalah utamanya adalah membuat pengembangan berbagai sumber energi itu layak secara ekonomi.

“Kebijakan harus membuat EBT lebih menarik secara keekonomian untuk diimplementasikan,” tandas Boediono.(RI)