JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengklaim kebijakan perluasan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) berupa biodiesel sebesar 20% (B20) dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) memberikan dampak positif terhadap penghematan devisa negara dari impor solar. Data Kementerian ESDM menyebutkan, selama empat bulan sejak September 2018, kebijakan masif untuk berbagai sektor tersebut mampu menghemat sebesar US$937,84 juta.

Djoko Siswanto Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan penyaluran FAME (Fatty Acid Methyl Ester) biodiesel selama 2018 mencapai 1,67 juta kiloliter (KL). “Penyaluran FAME sebesar 1,67 juta KL,” kata Djoko di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Djoko, selain kebijakan B20, konversi BBM ke Liquified Petroleum Gas (LPG) juga diterapkan pemerintah sebagai upaya diversifikasi energi. Total sebanyak 6,55 juta metrik ton (MT) LPG bersubsidi dan 0,99 juta MT LPG nonsubsidi disalurkan sepanjang 2018 ke 530 SPBE PSO dan 103 SPBE Non-PSO. “Penghematan yang didapat dari kebijakan konversi tersebut selama setahun sebesar Rp 29,31 triliun (unaudited),” ungkapnya.

Laporan kinerja 2018 Kementerian ESDM, menyebutkan realisasi penjualan BBM mencapai 67,35 juta KL terdiri dari 16,12 juta KL BBM bersubsidi (Solar, Minyak Tanah dan Premium) serta BBM nonsubsidi sebesar 51,23 juta KL. Penjualan tersebut disalurkan ke 6.902 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan milik PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk.

BBM Bersubsidi

Khusus untuk BBM bersubsidi, angka realisasi tersebut hampir mendekati dari total kuota yang dialokasikan dalam APBN 2018, yaitu sebesar 16,23 juta KL. Hal ini tak lepas dari adanya kewajiban bagi badan usaha untuk penyaluran dan pendistribusian Premium di Jawa, Madura dan Bali melalui Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang diteken pada 23 Maret 2018 lalu.

Untuk BBM nonsubsidi, pemerintah akan mengevaluasi penurunan harga jenis BBM tersebut sebulan sekali. Jangka waktu tersebut dinilai tepat demi menghindari adanya kebingungan di masyarakat. “Kami sedang evaluasi, Pertamina baru saja (menurunkan) kemarin,” tandas Djoko.(RI)