JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak hanya melihat split atau bagi hasil sebagai indikator yang mempengaruhi nilai keekonomian suatu lapangan minyak dan gas dalam skema bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan jika hanya berbicara split, skema gross split tidak akan berbeda jauh dengan skema cost recovery. KKKS diminta melihat sisi positif lainnya selain split, misalnya sisi efisiensi waktu dalam proses sebelum first oil atau on stream.

Dengan skema cost recovery seluruh proses procurement harus dikoordinasikan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Bukan rahasia umum lagi proses tersebut membutuhkan waktu lama, bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.

Berbeda dengan gross split, segala pembahasan yang terjadi dengan SKK Migas tidak lagi dilakukan dan bisa menghemat rentan waktu mulai dari tahapan Pre Front End Engineering Design (FEED) hingga on stream yang menghemat waktu 2-3 tahun.

“Rata-rata dua sampai tiga tahun kita bisa saving time dalam perhitungan perekonomian. Kalau selama ini bilang gross split tidak menarik, apakah saving time itu sudah dimasukkan dalam perhitungan?,” kata Arcandra dalam sosialisasi pelaksanaan Gross Split dan Pengembalian Investasi pada Kegiatan Hulu Migas di Kantor SKK Migas, Senin (8/5).

Menurut Arcandra, pemerintah dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 menggunakan 10 blok migas besar sebagai representasi blok-blok migas yang ada di tanah air.

Data penghematan pengurusan waktu pengembangan blok migas di antaranya Blok Tangguh Train 3, semula 105 bulan menjadi 83 bulan, Blok Cepu, Banyu Urip dari pengurusan selama 152 bulan menjadi 120 bulan, Blok Jambaran Tiung Biru dari semula 86 bulan menjadi 73 bulan, blok Jangkrik dari 84 bulan menjadi 71 bulan, Blok IDD Bangka 106 bulan menjadi 83 bulan, Donggi 104 bulan menjadi 91 bulan, blok Matindok 88 bulan menjadi 73 bulan, Blok Senoro 130 bulan menjadi 116 bulan, Blok A dari pengurusan 136 bulan menjadi 118 bulan serta Blok Kepodang dari 134 bulan menjadi 113 bulan.

“Jadi insentif kalau hanya bicara split saja tidak akan atraktif. Adanya gross split akan ada early production, ditambah efisiensi turunan yang dihasilkan, harusnya masuk dalam perhitungan tersebut,” tandas Arcandra.(RI)