JAKARTA –  Pemerintah tidak menutup mata terhadap beban yang ditanggung PT Pertamina (Persero)  akibat menjalankan penugasan, di antaranya program BBM satu harga. Untuk itu pemerintah telah memberikan kompensasi, meskipun tidak dalam bentuk tunai. Salah satu bentuk kompensasi adalah  memberikan hak pengelolaan blok migas habis kontrak (terminasi) kepada Pertamina.

Ego Syahrial, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah selalu memberikan prioritas kepada Pertamina untuk mengelola blok terminasi.

“Kami berikan previllage ke Pertamina untuk mengolah. Kalau Pertamina tidak mau, kami kasih ke KKKS lain atau eksisting operator. Itu keberpihakan kami. contoh, Blok ONWJ, lalu Blok Mahakam,” ungkap Ego disela rapat dengar pendapat  Kementerian ESDM, Pertamina dengan Komisi VII DPR di Jakarta,  Senin (4/12).

Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan dalam laporan kepada publik sudah dijelaskan potensi keuntungan yang tidak didapatkan Pertamina akibat menjalankan program penugasan.

Subsidi yang harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah justru ditanggung Pertamina,  sehingga turut membebani keuangan perusahaan.

“Apakah (kerugian) karena BBM satu harga, atau karena faktor lain? Atau kurang layak harus melaksanakan tugas, atau bayarnya (Subsidi) kapan-kapan,” kata Herman.

Menurut dia, secara keadilan bagi masyarakat program penugasan untuk menjalankan program BBM satu harga, baik apalagi dilihat dari sisi politik. Namun jika dilihat dari manajemen pengelolaan perusahaan maka kondisi sekarang tentu tidak bisa dibenarkan.

“Secara politik ini baik, tapi, jangan sampai karena untuk kebaikan masyarakat, badan usaha tidak untung,” kata Herman.

Kinerja keuangan Pertamina hingga September 2017 terkoreksi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Dan salah satu penyebab terkoreksinya laba adalah penambahan beban operasi. Serta tidak adanya perubahan harga BBM saat harga minyak mentah dunia mulai merangkak naik.

Apabila mengacu pada formula penghitungan harga BBM, laba bersih Pertamina pada sembilan bulan 2017 bisa mencapai US$3,05 miliar. Dengan tidak adanya penyesuaian harga BBM,  laba bersih Pertamina hanya sebesar US$1,99 miliar, turun 29,6% dibanding periode sembilan bulan 2016 yang mencapai US$2,83 miliar.

Menurut Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, potensi kehilangan pendapatan dikarenakan kebijakan tidak adanya perubahan harga BBM selama 2017. Padahal rata-rata harga minyak dunia naik sekitar 30% dari asumsi awal penetapan harga.

“Material cost kami naik 30 persen. Ini dia biasanya masuk ke mekanisme kenaikan harga. Kalau ini harga crude turun, maka harga BBM nya juga turun. Hari ini, harga ctude, sudah US$63 per barel. Kemarin saat penetapan harga BBM itu masih US$ 48 per barel,” kata Massa.(RI)