JAKARTA – Upaya efisiensi dalam rantai produksi dan lifting migas kembali diupayakan. Kali ini pemerintah melakukan evaluasi terhadap proses produksi siap jual (lifting) yang biasa dilakukan di Indonesia.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan salah satu yang dilakukan adalah proses pengangkutan minyak dari tangki timbun ke kapal pengangkut. Mekanisme yang ada selama ini dianggap kurang efisien.

“Minyak setelah diproduksi ditempatkan di depot, terus harus dilifting kan gitu. Tapi dikatakan titik lifting kan pas ditransfer ke kapal. Itu menunggu tangki dulu kan. Jadi antara produksi sama lifting gak sama karena biasanya tunggu tangki penuh dulu,” kata Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (24/8).

Pemerintah berniat mulai melakukan pencatatan produksi siap jual lifting saat minyak mulai diisi ditangki. Sehingga nantinya angka lifting tidak akan jauh berbeda juga dengan produksi.

“Total produksi kan misalnya 10, tapi kan dikumpul dulu di tangki. Nah, supaya angkanya sama, Jadi mulai disimpan di depot itu istilahnya sudah lifting,” kata Djoko.

Selain memberikan keuntungan dari sisi pencatatan dengan mengumpulkan dulu minyak ditangki sekaligus dicatat sebagai lifting maka kapal pengangkut minyak tidak perlu melakukan pengapalan beberapa kali untuk mengejar targetan lifting. Imbasnya biaya angkut juga bisa dipangkas.

Menurut Djoko, tapi dengan perubahan sistem pencatatan serta mekanisme lifting tidak hanya KKKS yang akan diuntungkan akan tetapi perusahaan yang menjadi konsumen minyak.

“Tunggu tangki penuh dulu, tapi kapalnya enggak bolak balik. Liftingnya tuh jadi sama, ongkos angkutnya gak harus dua kali. Kedua belah pihak kan dapat benefit. KKKS kan tiap hari dibeli. efisiensi kapalnya dapat,” tandas Djoko.(RI)