JAKARTA – Pemerintah menegaskan pemberlakuan regulasi baru yang mengatur penetapan harga jual beli listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) tidak akan mematikan pengembangan pembangkit EBT. Apalagi pemberlakuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2017 tentang pemanfaatan EBT untuk penyediaan tenaga listrik yang mengatur mekanisme penetapan harga melalui Biaya Pokok Produksi (BPP) terbukti bisa dijalankan di beberapa wilayah.

“Setidaknya ada 13 PPA (power purchase agreement) listrik yang telah ditandatangani antara PLN dan IPP yang harga listriknya dibawah Permen 12/2017,” kata Yunus di Jakarta.

Sebanyak 13 perjanjian yang telah ditandatangani tersebut berada di enam wilayah, di antaranya di wilayah Sulselbar, yakni PLTA Manippi berkapasitas 10 MW, wilayah Suluttenggo PLTA Poso dan PLTP LAhendong Unit 5 dan 6 dengan total kapasitas 235 MW. Serta wilayah Sumatera Utara dengan PLTA Asahan 1, PLTA Wampu, PLTP Sarulla, PLTP Sibayak dan PLTP Sorik Merapi dengan total kapasitas 900 MW,

Di Aceh telah ditandatangani perjanjian jual beli listrik dari PLTP Jaboi berkapasitas 10 MW, lalu wilayah kelima adalah PLTP Atadei dan Sokoria berkapasitas 30 MW di Nusa Tenggara Timur. Serta terakhir di wilayah Bangka Belitung terdapat PLTBm Bangka dan PLTBm Belitung dengan total kapasitas 12 MW.

Yunus juga menjelaskan berdasarkan data besaran BPP setempat dari Kementerian ESDM maka jika menggunakan perhitungan dalam Permen 12/2017 harga jual listrik dari PLTP Manippi adalah 6,83 cent/kWh dengan BPP setempat adalah 8 cent / kWh, sementara dari pembangkit di wilayah Sulluttenggo sebesar 9,92 – 11,67 dengan BPP setempat 11,7 cent / kWh.

Untuk pembangkit di Sumut rata-rata harga sebesar 10,55 – 12,41 cent / kWh dengan BPP setempat adalah 12,4 cent / kWh , untuk Aceh 14,18 cent / kWh dengan BPP setempat 14,2 cent / kWh, NTT 16,94 cent / kWh dengan BPP setempat 16,9 cent / kWh, Babel sebesar 12,51 cent / kWh dengan BPP setempat 14,7 cent / kWh.

Kontrak-kontrak tersebut memiliki harga jual listrik yang menjanjikan jika menggunakan skema dalam Permen 12 tahun 2017 dimana BPP setempat lebih besar dari BPP Nasional yang rata-rata sebesar 7,5 cent / kWh. “Kondisi itu menunjukkan investasi EBT masih menarik,” ungkap Yunus.(RI)